Oleh : Anthony Budiawan | Managing Director PEPS (Political
Economy and Policy Studies)
SHM (Sertifikat Hak Milik) dan SHGB (Sertifikat Hak Guna
Bangunan) di atas perairan laut dapat dipastikan merupakan dokumen bodong,
alias palsu, dan tindak pidana pemalsuan dokumen, dengan ancaman hukuman
penjara 8 tahun. Pelaku dan pihak yang terlibat sudah jelas, terang-benderang.
Polisi tunggu apa?
Pejabat penerbit sertifikat dan pembeli atau penadah
sertifikat (SHM dan SHGB) palsu ini mengaku, lahan di perairan laut tersebut
dulunya, tahun 1980an, merupakan tanah daratan. Mereka berdalih, tanah daratan
tersebut sekarang menjadi daerah perairan laut karena terjadi abrasi, yaitu
proses pengikisan tanah di daerah pesisir pantai, sehingga membuat tanahnya
musnah dan menjadi daerah perairan.
Pengakuan telah terjadi proses abrasi di pantai utara
Tangerang sejak 1980 hingga sekarang, sehingga membuat tanah daratan hilang
menjadi perairan laut, sangat mengada-ada, dan masuk modus penipuan. Oleh
karena itu, sertifikat tanah (SHM dan SHGB) yang diterbitkan berdasarkan fakta
palsu (penipuan) merupakan sertifikat tanah tidak sah, alias palsu.
Ada dua alasan kenapa pengakuan abrasi di pantai utara
Tangerang merupakan berita bohong dan masuk tindak pidana penipuan.
Pertama, faktanya tidak ada abrasi di pantai utara Tangerang
sejak 1980an sampai sekarang. Hal ini telah dibuktikan oleh beberapa ilmuwan,
antara lain oleh Pakar Geospasial Departemen Geodesi Fakultas Teknik UGM, I
Made Andi Arsana.
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20250201103218-199-1193423/beber-data-satelit-pakar-bantah-pagar-laut-tangerang-untuk-abrasi
Sebelum itu juga sudah banyak kajian dan penelitian yang
dimuat di berbagai jurnal ilmiah yang mengamati garis pantai utara Jawa,
termasuk Tangerang, untuk kurun waktu tertentu, misalnya 30 tahun. Berdasarkan
penelitian ini, juga terbukti tidak ada abrasi di pantai utara Tangerang.
Kedua, seandainya terjadi abrasi sehingga membuat tanah
daratan musnah, dan menjadi daerah perairan laut, maka hak atas tanah tersebut
juga musnah. Menurut UU No 5 Tahun 1960 tentang Agraria, Pasal 27 huruf b
menyatakan bahwa hak milik akan hilang (atau hapus) apabila tanahnya musnah:
“Hak milik hapus bila tanahnya musnah”. Tanah bisa musnah karena peristiwa
erosi atau abrasi, atau bencara alam lainnya. Hak milik yang hilang (hapus)
atas tanah yang musnah tidak bisa dipulihkan kembali.
Karena itu, pengakuan hak atas tanah di perairan pantai utara
Tangerang jelas mengandung unsur tindak pidana penipuan. Sebagai konsekuensi,
semua dokumen kepemilikan tanah yang diterbitkan atas dasar pernyataan palsu
(baca: penipuan) tersebut merupakan dokumen atau sertifikat tidak sah, baik
penerbitan surat Girik dan Letter C yang menjadi dasar penerbitan sertifikat,
maupun konversi surat tersebut menjadi SHM atau SHGB.
Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat dalam penerbitan
dokumen dan sertifikat “aspal”, asli tapi palsu, tersebut terbukti secara
bersama-sama melakukan persekongkolan jahat pemalsuan dokumen (sertifikat)
kepemilikan tanah.
Dalam hal ini, kepala desa, pejabat BPN (Badan Pertanahan
Nasional), termasuk kepala BPN, sampai notaris, patut diduga secara
bersama-sama terlibat dalam sindikasi pembuatan sertifikat bodong di perairan
pantai utara Tangerang tersebut. Tindak pidana pemalsuan dokumen diatur di
dalam UU Pidana, antara lain Pasal 264 KUHP, dengan ancaman penjara 8 tahun.
Selain itu, pembeli atau penadah sertifikat tanah palsu di
perairan pantai utara Tangerang juga patut diduga kuat menjadi bagian tidak
terpisah dari sindikat pemalsuan sertifikat tanah. Pembeli sertifikat palsu
pantai utara Tangerang diperkirakan mendapatkan keuntungan paling besar dari
pemalsuan sertifikat ini.
Yang terakhir, proses pemalsuan sertifikat pantai utara
Tangerang sudah terjadi sejak 2022/2023, pada masa pemerintahan Jokowi.
Pemalsuan dokumen ini berjalan sangat lancar karena melibatkan sindikat dari
pejabat desa sampai pejabat tinggi negara, termasuk menteri dan wakil menteri
ATR. Bahkan patut diduga, juga melibatkan, atau atas sepengetahuan, Jokowi.
Karena, jumlah sertifikat palsu tersebut sangat banyak, dengan luas tanah
sangat luas, bisa mencapai ratusan bahkan ribuan hektar.
Oleh karena itu, pihak kepolisian RI wajib mengusut tuntas
skandal sertifikat palsu yang membuat gaduh seisi Republik ini sampai ke pelaku
intelektualnya, sampai ke pejabat tinggi negara termasuk Jokowi. Presiden
Prabowo harus memastikan skandal sertifikat palsu ini dapat dibongkar tuntas.
(*)