Aparat kepolisian saat eksekusi lahan di Jalan AP Pettarani,
Makassar/Istimewa)
MAKASSAR — Sekitar 1.000 polisi dikerahkan
untuk mengamankan eksekusi di Jalan AP Pettarani, Makassar. Pengerahan aparat
yang dinilai berlebihan itu menjadi sorotan di tengah kebijakan efisiensi
anggaran pemerintah.
Iyan Hidayat Anwar dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBH-LBH) Makassar menilai pengerahan petugas dalam eksekusi lahan
di Jl AP Pettarani itu berlebihan. Apalagi di tengah efisiensi anggaran saat
ini.
“Pengamanan ini terlalu berlebihan, mengingat kondisi
keuangan negara yang tidak stabil,” kata Iyan kepada fajar.co.id, Kamis
(13/2/2025).
Objek lahan gedung Hamrawati dan ruko di Jalan AP Pettarani,
yang berada di Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang berada di atas tanah
seluas 2.000 meter persegi. Di atas lahan tersebut berdiri bangunan gedung
serbaguna dan 9 ruko.
Ketegangan terjadi sejak pagi hari. Massa yang hendak menghalau
petugas eksekusi, dihadapkan dengan aparat kepolisian yang berasal dari
Polrestabes Makassar dan Polda Sulsel.
Massa melempar batu ke aparat kepolisian. Di saat yang sama,
aparat yang membawa pentungan dan tameng terus mendesak warga untuk mundur,
sembari menembakkan air.
Iyan menilai, belakangan ini, penggusuran makin kerap terjadi
di Makassar. Polanya sama, polisi mengerahkan kekuatan secara berlebihan.
“Belakangan, penggusuran semakin masif di Makassar. Negara
menggunakan instansi keamanan secara berlebihan, membuang anggaran untuk
menghancurkan rumah warga,” terangnya.
“Mereka menggusur dengan mengabaikan hak hidup warganya,”
tandas Iyan.
Di sisi lain, pemerintah diketahui melakukan efisiensi
anggaran besar-besaran. Ada total Rp256,1 triliun efisiensi anggaran pada tahun
2025.
Efisiensi itu, sebelumnya menuai kritik dari berbagai pihak.
Termasuk dari YLBHI, yang mengaggap melanggar konstitusi.
“Terlihat hendak berhemat, namun kebijakan ini berimplikasi
pada melemahnya lembaga-lembaga negara yang penting dalam urusan hak asasi
manusia dan pengawasan penegakan hukum,” kata Ketua YLBHI muhammad Isnur
dikutip dari keterangan resmi.
Pemotongan anggaran itu dinilai tebang pilih. Karena
menguatkan peran militer di ranah sipil, serta penggelembungan anggaran POLRI.
“Kami melihat bahwa Pemerintahan Prabowo mencoba untuk
semakin membunuh demokrasi. Ciri khas otoritarianisme menghancurkan hak asasi
manusia,” pungkasnya. (fajar)