Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan
JUDUL itu muncul setelah membaca perilaku pejabat atau aparat
yang tidak ajeg. Orang yang melakukan hal yang menyimpang sering disebut dengan
oknum. Sebutan ini untuk mencitrakan bahwa orang-orang baik sebenarnya mengisi
lingkungan tersebut, kecuali sedikit yang disebut oknum tadi. Masalahnya adalah ketidakajegan itu
sering menyangkut jumlah orang yang
banyak sehingga menyerupai suatu budaya.
Menurut KBBI oknum itu mengandung tiga arti yaitu pertama, penyebut diri Tuhan dalam agama Katolik; pribadi. Kedua, orang seorang; perseorangan. Ketiga, orang atau anasir (dengan arti yang kurang baik). Memang lebih populer untuk makna ketiga. Oknum dalam perilaku buruk.
Fungsi sebutan oknum adalah untuk melindungi atau menjaga
institusi atau untuk menutupi nama-nama orang yang berbuat buruk dari satu
instansi atau institusi itu. Biasa sebutan untuk terkait dengan penegakan hukum
atau lainnya. Misalnya oknum Polisi,
oknum Jaksa hingga oknum Hakim. Oknum TNI dan pengacara juga ada.
Jarang didengar ada sebutan
oknum pedagang, petani, guru, dosen, atau nelayan. Hal ini menggambarkan
penyimpangan pada bidang penegakan hukum jauh lebih dominan. Ada aspek
kekuasaan dan pemaksaan di dalamnya.
Efek negatif dari penyebutan oknum untuk penyimpang adalah
institusi itu dikesankan bersih dan suci sehingga tidak perlu mendapat koreksi.
Keburukan hanya ada orang perorang yang disebut oknum itu. Pada tingkat
makronya negara atau pemerintahan tidak bisa disalahkan, personalnya saja. Satu
satu.
Dalam realitanya ada negara atau pemerintahan yang gagal,
bobrok, korup, rampok, menindas atau hal buruk lainnya. Artinya kualifikasi
penyimpangan oknum sudah menyeluruh. Untuk itu muncul celotehan bahwa budaya
menyebut oknum ditinggalkan saja. Ganti dengan nama-nama langsung tanpa
sembunyi atau melindungi insitusi.
Masa kita harus menyebut perampok aset negara itu oknum
Presiden, sebut saja langsung perampok itu adalah Jokowi. Begitu juga ada oknum
menteri yang menjadi tangan RRC, nah tangan China itu adalah Luhut Panjaitan.
Tidak perlu tedeng aling-aling bahwa centeng TNI di PIK-2 adalah Laks Madya
Purn Freddy Numberi dan Letjen Mar Purn Nono Sampono.
Kitapun tidak perlu ragu untuk menyatakan bshwa PIK-2 itu
dimiliki oleh perampas tanah negara dan rakyat Aguan etnis Cina jahat. Ini
untuk membedakan ada etnis Cina yang tidak jahat. Tidak perlu sembunyi pula
dengan hanya menyebut bahwa itu oknum oligarki. Oligarki itu sendiri bukan
oknum, tetapi penjahat. Negara Indonesia sedang dikuasai oleh para penjahat.
Karenanya pembenahan negara mulai dari tangkap dan adili para
penjahat itu. Jokowi, Aguan, Luhut, Tito dan orang-orang di lingkaran dalam
rezim Jokowi lainnya.
Negara oknum adalah negara dengan pemerintahan zalim,
perampok, dan penindas. Seperti pemerintahan Jokowi. Basmi. (*)