Oleh : Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih
TEMUAN Ocemoglu dan Sanderson pemegang Hadiah Nobel Bidang
Ekonomi tahun 2023 dalam bukunya Why Nations Fail, membuktikan Indonesia adalah
salah satu negara yang kaya sumber daya alam, tetapi gagal memajukan dan
mensejahterakan bangsanya. Indonesia negara gagal karena tidak terapkan human
made institusions yang benar dan konstitusi yang digunakan.
Kalau Indonesia sudah tidak memiliki human made institusions
yang benar, karena Pancasila dan UUD 45 sudah di bantai dan habisi. Layak
negara ini sudah seperti karya Plautus berjudul Asinaria (195 SM lupus est homo
homini), negara sudah di huni manusia
serigalanya, (manusia yang akan menikam
dan memangsa sesama manusia lainnya).
Pantas Cliffort Geertz adalah ahli antropologi asal Amerika
(AS), mengatakan bahwa Indonesia negara panggung *alias theater state*. Negara simbolisme,
persepsi, narasi dan drama lebih penting ketimbang realitas.
Lebih keras etnolog
Belanda Profesor Veth jelas lebih paham menyatakan "Negeri ini
seperti rakyat kambing yang semangat harimaunya sudah dijinakkan sampai ke
kutu-kutunya, karena bekerjanya obat tidur penjajahan".
Ilmuwan di atas jelas analisis pikiran berdasarkan realitas
yang terbaca bahwa Indonesia memang layak sebagai negara jajahan negara lain.
Ketika kita memahami bahwa Indonesia negara yang mayoritas
Umat Islam layak kita dekatkan dengan ajaran sufi tentang "Kasyf al-Mahjub," Karya Abul Hasan Ali al-Hujwiri, abad ke-11 di Persia (sekarang Iran). Terlalu
banyak rahasia langit luput dari perhatiannya, ketika pikiran dan hatinya sudah
jumud, hanya bisa memahami yang tampak, larut di alam hedonis.
Maklumat Yogyakarta sudah berkali kali mengingatkan bahwa
karya para sufi ( pendiri bangsa ) bahwa "Nilai-nilai sakral Pancasila dan
UUD 45 telah dilibas dengan bersemangat individualistik, kapitalistik dan
transaksional yang anti keadilan di semua instansi pemerintah, bisnis dan
lembaga sosial".
Reaksi jihad melawan kedzaliman melemah bahkan sebagian ikut
larut di alam kapitalisme, melupakan
bahwa negara ini pada alinea ketiga berbunyi, "Atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.”
Saat ini kembali ke alam penjajahan, gema Takbir hakikat dari
kekuatan dahsyat Kasyf al-Mahjub, yang terus-menerus menggema dan
dikumandangkan para pejuang kemerdekaan. Di alam hedonis terasa hanya dimaknai
lahiriah
Ketika dikejutkan dengan terjadinya pergeseran madzhab
kapitalisme dari USA ke RRC yang melahirkan paradigma baru State Corporate
Crime (SCC ) di Indonesia telah menjelma
menjadi kekuatan yang akan membentuk negara didalam negara.
Rakyat (sebagian besar umat Islam) digusur, dipaksa,
diintimidasi oleh kekuatan Iblis Naga Kuning, terdengar tangis pilu di mana
mana, hanya menyisakan pemimpin negara seperti manusia kambing mengembik tidak
memiliki daya selain menyerah bahkan tampak alat keamanan ikut komprador
oligarki, ketika negara sudah di tepi jurang kehancurannya.
Kekuatan jahat kapitalisme baru berlenggang kangkung lebih
berkuasa dari para penguasa negara. Indonesia memang sudah terjebak dalam
drainase kapitalis. Agak sulit menebak siapa pemenang pertempuran. Tapi yang
kalah sudah pasti rakyat Indonesia. (***)