Pagar laut di Tengarang/Ist
JAKARTA — Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi
Publik (LBHAP) Muhammadiyah berencana membawa persoalan pemasangan pagar laut
sepanjang 30 kilometer di pantai utara Tangerang ke Mabes Polri.
Langkah ini diambil setelah somasi terbuka yang mereka
kirimkan kepada pemasang pagar tidak mendapat respons.
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP Muhammadiyah, Gufroni
menyatakan, apabila pagar tersebut tidak dibongkar hingga batas akhir
pemanggilan yang berakhir hari ini, Selasa (14/1/2025), maka pihaknya akan
segera membuat laporan.
“Apabila dalam tenggat waktu ini tidak ada yang membongkar
bambu yang telah dipasang, kami akan membuat laporan ke Mabes Polri,” jelas
Gufroni kepada awak media.
Namun, hingga kini, Gufroni belum menyebutkan secara pasti
siapa pihak yang akan dilaporkan. Ia memperkirakan laporan akan diajukan pada
Kamis atau Jumat mendatang.
Gufroni menambahkan bahwa Jaringan Rakyat Pantura (JRP), yang
diduga sebagai pihak yang memasang pagar laut, belum memberikan tanggapan atau
melakukan komunikasi dengan pihak LBH Muhammadiyah.
Pemasangan pagar laut tersebut sebelumnya menuai protes
karena dianggap menghalangi akses masyarakat pesisir, khususnya nelayan, dalam
mencari penghidupan.
LBH Muhammadiyah menilai tindakan ini melanggar aturan hukum
serta hak masyarakat umum.
Sebelumnya, Pengamat Kebijakan Publik, Gigin Praginanto,
semakin intens mengkritik keberadaan pagar laut ilegal sepanjang puluhan
kilometer di perairan Tangerang.
Ia menilai kasus ini menjadi bukti lemahnya sistem pengawasan
dan pertahanan laut Indonesia, meskipun negara memiliki armada kapal perang dan
patroli pantai yang besar.
"Percuma punya banyak kapal perang dan patroli pantai
kalau pembangunan pagar laut sampai puluhan km di mulut Jakarta secara ilegal
saja tidak terdeteksi," ujar Gigin dalam keterangannya di X
@giginpraginanto (13/1/2025).
Gigin blak-blakan menyayangkan sebab dari sekian banyak
patroli pantai yang dilakukan, tidak ada satupun yang berani bertindak tegas.
"Bahkan tidak ada yang berani bertindak tegas padahal
bisa saja pagar tersebut ditumpangi berbagai peralatan intelijen asing,"
sebutnya.
Gigin juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa pagar tersebut
berpotensi menjadi alat untuk kepentingan asing.
"Pagar laut ilegal sampai puluhan km membuktikan, ketika
berhadapan dengan uang sistem pertahanan laut Indonesia lumpuh total,"
tukasnya.
Ia menambahkan bahwa lemahnya pengawasan ini menimbulkan
pertanyaan besar mengenai keamanan nasional secara keseluruhan, tidak hanya di
laut, tetapi juga di udara dan darat.
"Jangan-jangan di udara dan darat sama saja sehingga
kalau terjadi perang yang diselamatkan dulu adalah uang para pejabat,"
cetusnya.
Gigin juga menduga pagar laut ilegal di Tangerang hanyalah
satu dari sekian banyak bangunan ilegal yang ada di perairan Indonesia dan
kemungkinan dibangun untuk kepentingan bisnis maupun intelijen asing.
Ia menekankan bahwa tindakan tegas harus dimulai dengan
menindak para pejabat yang bertanggung jawab atas keamanan laut.
"Dalam kasus pagar laut ilegal di Tangerang, yang harus
ditindak lebih dahulu adalah para pejabat yang bertanggungjawab terhadap
keamanan laut Indonesia," Gigin menuturkan.
Selain itu, Gigin mempertanyakan kinerja para pejabat tinggi
negara yang berasal dari latar belakang militer.
"Presidennya jendral. Menhankam, Mendagri, Menkopolkam,
ketua badan Sandi dan Siber, kepala BIN semuanya jendral," tandasnya.
Gigin pun tidak habis pikir melihat para Jenderal yang
mengisi jabatan strategis namun tidak mampu berbuat banyak bagi kemaslahatan
bangsa.
"Tapi gak berkutik menghadapi pagar laut ilegal di mulut
Jakarta," kuncinya. (fajar)