Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo/Humas Polri
JAKARTA — Tagar #CopotGantiKapolri menjadi
trending di media sosial setelah muncul laporan bahwa ratusan hektare wilayah
perairan di Subang, Jawa Barat, diduga memiliki sertifikat tanah.
Laporan ini menindaklanjuti polemik yang terjadi di Tangerang
dengan munculnya pagar laut sepanjang 30 kilometer. Publik mempertanyakan
bagaimana mungkin wilayah laut yang seharusnya menjadi milik negara bisa
diklaim oleh pihak tertentu.
Dalam unggahan yang beredar luas di platform X (Twitter),
akun @Srik4ndiMuslim2 menuliskan, "Lagi! Ratusan hektar wilayah perairan
laut Subang dilaporkan telah bersertifikat hak milik. Bagaimana bisa? Laut itu
milik negara, milik seluruh rakyat. Polisi, KKP, kejaksaan, dan KPK ngapain
aja?"
Unggahan tersebut mendapat ribuan interaksi, dengan banyak
netizen yang menyoroti dugaan adanya permainan hukum dan praktik mafia tanah
dalam kasus ini.
Sejumlah warganet bahkan menuntut agar Kapolri dicopot dari
jabatannya, karena dianggap tidak mampu menindak dugaan penyimpangan ini.
Akun lain, @OjolNyambi, menulis dengan nada keras, "Tak
ada jalan lain untuk menyelamatkan NKRI selain revolusi, ayo revolusi!
#CopotGantiKapolri #AwasJokowiKudetaPrabowo #JokowiKoruptorOCCRP
#JokoWidodoPengkhianat #GantungJokowi #MakzulkanGibranSegera," cetusnya.
Isu ini juga menjadi sorotan berbagai kalangan, termasuk
aktivis anti korupsi dan pengamat kebijakan publik. Mereka meminta agar aparat
penegak hukum segera mengusut kasus ini secara transparan dan memberikan
kejelasan kepada masyarakat.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa pengawasan terhadap aset
negara, terutama wilayah perairan, perlu diperketat agar tidak disalahgunakan
oleh pihak-pihak tertentu demi kepentingan pribadi atau kelompok.
Sebelumnya, Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mendesak aparat
penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri, dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera mengambil langkah hukum terkait kasus
pagar laut di Tangerang.
Mahfud menegaskan bahwa perkara ini telah memenuhi unsur
pelanggaran pidana, terutama dalam hal penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan
(HGB) di atas wilayah perairan.
"Kalau sudah keluar sertifikat resmi di atas laut, pasti
ada permainan antara dunia usaha dan pejabat terkait," ujar Mahfud dalam
keterangannya.
Ia menilai hal tersebut sebagai bukti adanya praktik penipuan
atau penggelapan, mengingat laut seharusnya tidak dapat disertifikatkan.
"Itu kejahatan, dan kalau ada unsur suap kepada pejabat,
maka KPK, Kejaksaan Agung, serta Polri bisa langsung bertindak," sebutnya.
Ia juga menegaskan bahwa seluruh aparat penegak hukum
memiliki kewenangan penuh untuk menangani kasus ini tanpa perlu menunggu pihak
lain bertindak lebih dahulu.
Menurutnya, sikap saling menunggu hanya akan menghambat
penyelesaian perkara.
"Siapa yang sudah tahu lebih dulu atau mengambil langkah
lebih dulu tidak boleh diganggu oleh institusi lain. Tapi ini malah saling
takut, saya heran, kenapa aparat kita takut menangani kasus seperti ini? Ini
mencurigakan," timpalnya.
Mahfud menyoroti bahwa dalam birokrasi Indonesia, bawahan
sering kali ragu bertindak tanpa instruksi atasan.
Oleh sebab itu, ia berharap Presiden Prabowo memberikan
arahan yang jelas agar kasus ini tidak dibiarkan berlarut-larut.
"Jangan sampai kasus ini menghilang setelah ramai
diberitakan, lalu semua diam karena ada yang saling melindungi atau sudah
mendapat bagian. Padahal, ini kasus serius," kuncinya. (fajar)