Muannas Alaidid (foto: Twitter) 

 

JAKARTA — Konsultan hukum proyek pembangunan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Muannas Alaidid menanggapi tudingan Said Didu terkait adanya sertifikat tanah yang mencakup area pagar laut dalam proyek tersebut.

 

"Menanti bukti hoaks Said Didu yang menuduh ada laut disertipikat," ujar Muannas dalam keterangannya di X @muannas_alaidid (21/1/2025).

 

Muannas meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk membuka data dan warkah tanah tahun 1982 guna memperjelas status kawasan itu.

 

"Tolong pak Menteri ATR BPN buka data dan warkah tanah tahun 1982 sebagaimana yang sudah dijanjikan," cetusnya.

 

Muannas juga menegaskan pentingnya transparansi dari Kementerian ATR/BPN agar masyarakat memahami sejarah penggunaan lahan di kawasan PIK 2.

 

"Apakah itu dulunya adalah daratan yang terabrasi, agar publik terang," sebutnya.

 

Muannas bilang, pembukaan data tersebut akan memberikan gambaran yang jelas tentang legalitas proyek dan menjawab tudingan miring yang selama ini beredar

 

"Kita (juga) bisa ambil langkah hukum menghentikan kegaduhan politisasi pagar bambu ini," tandasnya.

 

Sebelumnya diketahui, Said Didu merupakan salah satu sosok yang paling keras bersuara mengenai polemik yang terjadi di kawasan PIK 2.

 

Bahkan, fakta mengejutkan terungkap di tengah proses pembongkaran pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di kawasan pesisir Tangerang, Banten.

 

Wilayah laut yang menjadi lokasi pagar tersebut dilaporkan telah mendapatkan status Hak Guna Bangunan (HGB), yang diduga terkait dengan pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 oleh Agung Sedayu Group.

 

Data dari situs Bhumi ATR/BPN menunjukkan adanya kavling-kavling yang telah memiliki sertifikat HGB, meskipun lokasinya berada di tengah perairan.

 

Salah satu koordinatnya tercatat di 5.999935°LS dan 106.636838°BT, yang menggambarkan posisi di wilayah laut, jauh dari daratan atau garis pantai.

 

Lebih mengejutkan lagi, luas total area yang sudah berstatus HGB mencapai 537,5 hektar atau sekitar 5.375.000 meter persegi.

 

Luas setiap kavling bervariasi, mulai dari 3.458 meter persegi hingga 60.387 meter persegi.

 

Padahal, kawasan tersebut masih berupa laut, bukan daratan yang dapat diberikan status HGB sesuai dengan aturan yang berlaku.

 

Situasi ini memunculkan pertanyaan terkait proses perizinan dan dasar hukum pemberian HGB pada wilayah laut.

 

Proyek ini juga memunculkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap ekosistem dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. (fajar)


Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.