Sekelompok warga yang menamakan diri sebagai Perjuangan Wali Songo Indonesia (PWI) membongkar lima makam Wali Lima di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Minggu pagi (12/01/2025).(Foto: espos.id)
NGAWI — Sekelompok warga yang menamakan
diri Perjuangan Wali Songo Indonesia (PWI) membongkar lima makam Lima Orang
Suci di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi. Pembongkaran ini
dilakukan karena mereka menilai aktivitas di wilayah tersebut menyesatkan.
Pasalnya, lima makam tersebut dianggap sebagai makam orang-orang suci palsu
yang tidak jelas sejarahnya, Minggu pagi (12/1/2025)
Makam ini awalnya dibangun pada tahun 2009 oleh tokoh
masyarakat setempat, Kyai Qosim (60 tahun), di atas tanah milik Arifin (40
tahun), warga setempat.
Sebelum dijadikan sebagai pemakaman, lahan tersebut digunakan
untuk mencetak batu bata. Namun, sejak didirikan, pemakaman tersebut kerap
diklaim sebagai tempat peristirahatan terakhir para leluhur dan tempat ziarah
bagi warga dari luar daerah.
Sejumlah orang juga kerap berziarah ke makam tersebut pada
hari Jumat Pahing untuk melakukan upacara istighosah. Banyaknya pengunjung yang
datang membuat makam ini semakin terkenal.
PWI membongkar lima makam tersebut dengan peralatan sederhana
seperti linggis. Pembongkaran makam yang masing-masing berukuran dua meter itu
memakan waktu 30 menit. Proses pembongkaran makam tersebut dilakukan dengan
pengawalan ketat dari aparat TNI-Polri untuk mengantisipasi potensi konflik.
Ketua RT setempat, Agus Supriyanto, menjelaskan bahwa makam
tersebut memang sudah menjadi tempat ziarah selama 15 tahun terakhir. Namun,
menurut Ketua Harian PWI Ngawi, Budi Cahyono, makam tersebut tidak berisi
jenazah dan hanya dibuat oleh seseorang atas pengakuan gurunya.
“Makam itu jelas palsu, tidak ada jasadnya. Kalau dibiarkan,
ini bisa menyesatkan sejarah,” ujar Budi.
Warga setempat mengaku pasrah dengan pembongkaran tersebut.
Menurut Sunarsih, salah satu warga, makam tersebut memang sudah ada sejak lama,
tetapi jika memang harus dibongkar, mereka tidak keberatan.
“Dulu tempat ini hanya digunakan untuk mencetak batu bata,
jadi kami menerima saja kalau memang harus dibongkar,” ucapnya.
Sebelum pembongkaran dilakukan, PWI dan warga setempat telah
mengadakan beberapa pertemuan untuk membahas keberadaan makam ini. Proses dialog
ini menjadi langkah penting untuk mencegah potensi konflik dan memastikan
kesepahaman bersama.
Dengan pembongkaran ini, diharapkan tidak ada lagi
kesalahpahaman terkait sejarah dan budaya di kawasan tersebut. PWI berharap
kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. (inilah)