Ilustrasi-Palu-Hakim
JAKARTA — Dua advokat terkemuka, Kenny Wisha
Sonda dan Tony Budidjaja, menghadapi tuduhan penegakan hukum pidana yang
berlebihan dalam kasus terpisah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini,
Selasa (7/1)
Praktisi hukum ekonomi Hendra Setiawan Boen dari Frans &
Setiawan menjelaskan, Kenny sebagai bagian dari tim legal perusahaan asing
Energy Epic Equity (SENGKANG) PTY, LTD, bertugas memberikan opini hukum kepada
manajemen perusahaan yang saat ini tengah bekerja sama dengan perusahaan
Indonesia.
Kenny didakwa terlibat dalam tindakan perusahaan yang tidak
membagi keuntungan dengan para mitranya karena masih memiliki kewajiban kepada
bank sebagai kreditor.
Sebelum terbukti bersalah, Kenny sempat ditahan oleh aparat
penegak hukum selama 45 hari. Berkat solidaritas sesama advokat dan masyarakat,
penahanan Kenny ditangguhkan setelah membayar uang jaminan sebesar Rp 50 juta
ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Kini kedua perusahaan tersebut sudah mencapai titik
temu, tetapi Kenny masih harus menjalani proses hukum," ungkap Hendra.
Sementara itu, Tony Budidjaja duduk di kursi pesakitan karena
membela kepentingan kliennya yang hendak menjalankan putusan arbitrase asing di
Indonesia.
Laporan Tony terhadap termohon eksekusi dihentikan
penyelidikannya. Namun, termohon eksekusi melaporkan balik Tony dengan tuduhan
pencemaran nama baik atau laporan palsu.
Untuk memaksimalkan pembelaan dalam kedua kasus ini,
penasihat hukum dari masing-masing kasus, yaitu Perry Cornelius Sitohang dan
Fredrik J. Pinakunary, menghadirkan Dr. Albert Aries, SH, MH, pengajar di
Fakultas Hukum Universitas Trisakti dan anggota Tim Ahli KUHP Baru sebagai ahli
yang menguntungkan sesuai Pasal 65 KUHAP.
"Kehadiran Albert secara prodeo-probono (gratis)
merupakan bentuk pelayanan untuk transformasi hukum Indonesia," kata
Hendra.
Hendra menegaskan bahwa kedua kasus ini menggambarkan realita
penegakan hukum di Indonesia yang masih jauh dari harapan pencari keadilan.
Ia juga mengingatkan bahwa kasus-kasus ini dapat menciptakan
preseden buruk terhadap kepercayaan investor asing pada kepastian hukum dan
keadilan di Indonesia.
"Tentu tidak dapat dibayangkan jika para ahli hukum saja
bisa menjadi terdakwa, apalagi masyarakat awam yang tidak paham hukum,"
tambahnya.
Jelang 100 hari Pemerintahan Prabowo Gibran, Hendra mengajak
Pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung untuk melakukan terobosan penting demi
perbaikan Indonesia sebagai negara hukum.
Penegakan hukum dianggap sebagai wajah utama Pemerintah di
mata masyarakat dan negara-negara sahabat yang ingin berinvestasi di Indonesia
Dengan demikian, penegakan hukum harus menjadi prioritas
utama agar kepercayaan terhadap sistem hukum di Indonesia dapat dipulihkan dan
diperkuat.(jpnn).