Ilustrasi makanan bergizi
JAKARTA — Pegiat media sosial Stefan Antonio
mengkritik janji kampanye pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka
terkait program makanan bergizi gratis. Stefan juga menyoroti pentingnya
seorang presiden konsisten dengan perkataannya.
"Pedahal Presiden itu mesti bisa dipegang omongannya
ya?," ujar Stefan dalam keterangannya di X @stefan_antonio (10/1/2025).
Stefan Antonio bilang, jika seseorang tidak dapat dipegang
omongannya, tidak terkecuali Presiden, maka dia masuk dalam golongan Mulyono.
"Kalau ga bisa dipegang omongannya itu namanya Mulyono
(Jokowi)," tandasnya.
Sebelumnya, Pegiat media sosial, Lia Amalia ikut merespons
kacaunya pelaksanaan program makan bergizi gratis yang sempat dijanjikan dalam
kampanye Prabowo-Gibran.
Lia mengingatkan bahwa salah satu poin dari janji tersebut
adalah menyertakan susu sebagai bagian dari menu bergizi. Namun, realisasi
program ini jauh dari harapan.
"Janji kampanyenya susu adalah bagian dari makan siang
gratis. Pada waktu itu direncanakan Rp15 ribu per porsi," ujar Lia dalam
keterangannya di X @liaasister (9/1/2025).
Dikatakan jebolan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)
ini, anggaran awal yang direncanakan sebesar Rp15 ribu per porsi kini hanya
menjadi Rp10 ribu.
"Tapi pada kenyataannya, realisasinya tanpa susu dan
hanya 10 ribu per porsi," cetusnya.
Tambahnya, angka tersebut kemungkinan sudah dipotong untuk biaya
memasak dan transportasi, sehingga kualitas makanan yang disediakan menurun
drastis.
"Itu pun sudah dikurangi oleh biaya memasak dan
transportasi," sebut Lia.
Di beberapa tempat, kata Lia, makanan yang diberikan dinilai
menyedihkan dan membuat siswa enggan memakannya.
"Meskipun di beberapa tempat juga layak makanannya,
berarti mutu makanan bergizi gratis ini tidak merata," imbuhnya.
Tidak berhenti di situ, Lia juga menyoroti pendanaan program
tersebut. Istana sempat menyebut bahwa Cina bersedia mendanai program makan
siang gratis.
"Soal anggaran, kata istana, China menyanggupi mendanai
makan gratis, tapi kenaikan PPN 12 persen juga dengan alasan untuk mendanai
makan gratis," jelasnya.
Dilihat pada sisi lain, pemerintah menaikkan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dengan alasan untuk mendukung
pendanaan program ini.
"Kalau begini yang sial lagi lagi rakyat kecil. Susu
yang seharusnya bagian dari janji kampanye sudah ditiadakan," timpalnya.
Lia menilai kebijakan tersebut menambah beban rakyat kecil
yang harus menanggung kenaikan pajak sekaligus menghadapi realisasi program
yang jauh dari janji.
"Ditambah harus urunan bayar hutang China dengan
dinaikkannya tarif berbagai pajak dan tarif pelayanan pemerintah,"
tandasnya.
Lia bilang, apa yang terjadi saat ini menjadi pelajaran bagi
calon pemimpin yang akan datang, penting membuat janji kampanye yang realistis
dan terukur.
"Makanya kalau janji kampanye gak usah yang muluk-muluk,
pelaksanaannya jadi asal-asalan begini," kuncinya. (fajar)