Pegiat Media Sosial Jhon Sitorus
JAKARTA — Pegiat media sosial Jhon Sitorus
menyampaikan kritik tajam terkait kasus seorang polisi di Sulawesi Selatan yang
dipecat karena pemerkosaan, tetapi kembali bertugas aktif setelah mengajukan
banding.
John mengatakan keputusan itu dianggap tidak masuk akal.
"Sebuah ketololan lagi. Udah dipecat karena pemerkosaan,
gara-gara banding bisa dinas lagi," ujar Jhon dalam keterangannya di X
@JhonSitorus_18 (13/1/2025).
Jhon menilai keputusan tersebut mencoreng kepercayaan
masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
"Kurang lucu apa negara ini ya ampun," tandasnya.
Sebelumnya diketahui, Bripda F, oknum polisi yang diduga memperkosa seorang wanita berusia 23 tahun di Makassar masih aktif bertugas meski sebelumnya dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Hukuman tersebut dibatalkan setelah Bripda F melakukan banding.
Kuasa hukum korban, Muhammad Irvan, mengungkapkan bahwa
Bripda F berhasil lolos dari pemecatan dengan menikahi korban yang sebelumnya
dia perkosa.
Hukuman PTDH kemudian diubah menjadi demosi selama 15 tahun.
Irvan juga menuding Bripda F memanfaatkan pernikahan tersebut untuk menghindari
hukuman.
Pernikahan dilangsungkan pada 20 Desember 2023 di rumah
korban, tanpa kehadiran orang tua Bripda F dan tanpa resepsi.
Bripda F telah dimutasi ke Polres Toraja Utara sebagai bagian dari sanksi demosi. Namun, tindakan ini menuai kecaman, terutama dari publik yang mempertanyakan integritas sistem etik kepolisian.
Irvan mendesak aparat dan institusi terkait untuk meninjau
ulang keputusan tersebut.
Sebelumnya diberitakan, setelah terlibat kasus pemerkosaan
terhadap mantan pacar, Birpda FA (23) akhirnya diadili oleh Propam Polda
Sulsel.
Sidang Kode Etik Bripda FA digelar pada Selasa (24/10/2023)
sekitar pukul 11.00 WITA di lantai empat Polda Sulsel.
Hasil sidang tersebut, Bripda FA akhirnya diberi sanksi
dipecat tidak dengan hormat (PTDH).
"Terkait dengan pelanggaran kode etik dan disiplin. Tadi
kita tahu bersama putusannya adalah PTDH," ujar Kabid Propam Polda Sulsel,
Kombes Pol Zulham Effendi, Selasa siang.
Diceritakan Zulham, ada dua putusan sanksi etika. Yaitu
perbuatan tercela, bersifat administratif PTDH dan penempatan khusus selama 30
hari.
"Pertimbangan kita adalah Pasal 13 PP Nomor 1 tahun 2003
kemudian pasal 5,8 dan 13 Perpol Nomor 7 tahun 2022," ucapnya.
"Jadi ada beberapa dasar pertimbangan kita," Zulham
menuturkan. (fajar)