Oleh : Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih
KOMITMEN Presiden Prabowo Subianto yang berjanji akan
mengejar koruptor ke Antartika harus dibuktikan. Sama sekali tidak ada alasan
akan dibelokkan cukup mengembalikan atau bayar denda damai bagi para koruptor.
Angan-angan akan mengeluarkan aturan pengampunan untuk para
koruptor. Ini sesat dan sinyal buruk korupsi bisa dinegosiasi. Akan memunculkan
stigma berbahaya dan buruk jangan jangan pada Prabowo masih ada lumpur kotor
menempel para dirinya.
Ingatan rakyat masih utuh bahwa diera rezim Jokowi, semua pejabatnya
tidak ada yang bisa lolos dari jebakan korupsi, curang dan perilaku konspirasi
cari untung bersama.
Presiden Prabowo
berkehendak membangun pemerintahan yang bersih dari korupsi harus berani
bertindak tegas hukuman yang membuat jera para koruptor.
Hentikan omon-omon karena rakyat hanya akan menunggu bukti,
Presiden untuk bersegera mengumumkan
perang terhadap koruptor benar-benar dilakukan.
Terpaan bahwa Jokowi koruptor makin jelas bersama dengan
Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) Jokowi masuk dalam
nominasi finalis tokoh kejahatan terorganisasi dan korupsi 2024.
Rakyat sudah marah, jenuh, bosan, jengkel, muak, terhadap
koruptor di Indonesia yang sudah merajalela di semua lini birokrasi dari pusat
sampai daerah, dianggap lumrah dan kejahatan biasa.
Presiden Prabowo harus belajar dengan negara lain ketegasan
dan keberhasilannya dalam penegakan hukum terhadap koruptor, seperti: Korea
Utara, Irak, Laos, Thailand, dan Vitenam layak dijadikan kaca benggala.
Dikutip abcnews.go, pada September 2000, Cheng Ke Jie ( Wakil
Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional ) dieksekusi mati, ditembak pada
kepala bagian belakang. Ia menjadi tersangka korupsi karena menerima suap
sebesar $5 juta (Rp 80 miliar).
Dilansir BBC, Xu Mayong ( Wakil Walikota Hangzhou ) dijatuhi
hukuman mati pada Mei 2011 karena menerima suap hampir 200 juta yuan ( Rp 20
miliar ) dan menggelapkan dana.
Beijing mengeksekusi mati Li Jianping ( Sekretaris Partai Komunis Cina ) karena
korupsi lebih dari 3 miliar yuan ( Rp 6,6 triliun ). Dinyatakan bersalah telah
menerima suap, menyalahgunakan uang masyarakat, dan berkolusi dengan sindikat
kriminal.
Dilansir dari Rappler, hukuman mati di China ditujukan untuk
pelaku kejahatan di ranah ekonomi dan politik, penyelundupan narkoba,
perdagangan manusia, pengalihan obat terlarang, dan tindak korupsi.
Kata Prof. Satjipto Rahardjo
guru besar emeritus bidang hukum Universitas Diponegoro, untuk korupsi
berlakukan hukum progresif. Karena
dimensi kemanusiaan, memiliki tempat di atas segala hukum.
Berlakukanlah hukuman mati pada para kuruptor klas kakap,
bos/backing judi online, dan bandar narkoba. Sita seluruh aset terkait
kejahatan-kejahatan tersebut, untuk negara.
Seret Jokowi ke
pengadilan Rakyat agar sampai pada status "Koruptor dan Penghianat
Negara" , maka hukuman yang setimpal serahkan kepada rakyat untuk Jokowi
adalah "Hukuman Mati". (*)