Ilustrasi Laut Makassar/Ist
MAKASSAR — Pelaksana Tugas Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Fadjry Djufry,
berbicara soal kawasan laut di Makassar. Ia mengibaratkannya dengan pagar laut
di Tangerang, Banten.
Fadjry mengatakan hingga saat ini pihaknya belum menerima
laporan secara rinci terkait hal tersebut. Meski begitu, ia mengatakan bahwa
lot laut di dua tempat berbeda tersebut memiliki kemiripan.
“Iya. Saya belum detil. Tapi hampir sama dengan pagar yang di
Tangerang itu,” kata Fadjry kepada jurnalis, Rabu (28/1/2025).
Sesuai aturan, kata Fadjry. Meski tak merinci aturan
dimaksud, laut tak boleh dipagari.
“Karena itu akan mengganggu lalu lintas nelayan kita,”
terangnya.
Pemagaran dan kaveling laut, kata alumni Universitas
Hasanuddin tersebut, sebenarnya bisa dikecualikan. Asal dengan peruntukan yang
jelas.
“Kecuali memang sudah ada peruntukan jelas, baik oleh
perusahaan dan lain sebagainya kan,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan, temuan itu akan ditindaklanjuti Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ART/BPN).
“Ada ATR/BPN yang melihat nanti seperti apa. Bagi kami,
Pemprov akan dililhat kembali, terkait dengan izin-izinnya yang sudah ada di
sana,” ucap Fadjry.
Kalau memang tidak memiliki dasar hukum yang jelas, Fadjry
bilang pihaknya tidak segan membongkar.
“Kalau belum ada izin peruntukannya pasti kita bongkar, kalau
memang tidak memenuhi aturan regulasi yang ada,” pungkasnya.
Adapun pagar laut Tangerang dimaksud Fadjry telah dibongkar
pemerintah, TNI, bersama nelayan. Pagar laut sepanjang 30 kilometer itu dinilai
ilegal.
Belakangan ditemukan laut di sekitarnya telah dikaveling,
merujuk pada peta di website resmi BPN. Menteri Kelautan dan Perikanan Nusron
Wahid menegaskan sertifikat yang dikeluarkan di atas laut tersebut batal demi
hukum.
Sementara di Makassar, laut bersertifikat Hak Guna Bangunan
(HGB) itu berlokasi di kawasan reklamasi Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar,
Sulawesi Selatan. Pemiliknya yakni PT Dillah Group.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang terbit di laut
Makassar dinilai sarat manipulasi. Itu diungkapkan Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.
“Bisa jadi ada Manipulasi ini dalam proses pendaftaran
tanahnya,” kata Koordinator Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) LBH
Makassar Hasbi Assiddiq kepada fajar.co.id, Selasa (28/1/2025).
Dalam penelusuran melalui Aplikasi Google Earth, pada tahun
2015, tampak kontur kawasan tersebut sebagian masih laut. Bentuknya menjorok
persegi panjang ke arah laut.
Kawasan tersebut sebagian masih berupa air. Tampak seperti
pematang sawah. Seperti isu yang sedang beredar mengenai kaveling laut, pondasi
batuan dengan air di tengahnya tampak juga pada lokasi tersebut ketika SHGB
terbit.
Kepala Seksi Penanganan Masalah ATR/BPN Kantah Kota Makassar,
Andrie Saputra membenarkan bahwa pada kawasan yang dimaksud sudah terdapat
sertifikat HGB.
Namun, ia enggan membenarkan bahwa itu dimiliki Dillah Group
dan terbit sejak 2015. Ketika diminta validasi tahun terbit dan pemilik
serifikat tersebut, ia berkelit.
“Mengenai terbitnya kapan, namanya siapa, mohon maaf itu
masuk ke dalam informasi terbatas. Karena itu terkait haknya orang per orang,
tidak bisa kami beritahukan," ujar Andrie saat ditemui Fajar di kantornya,
Jumat, 24 Januari.
Sementara itu, pada Jumat sore, 24 Januari, FAJAR mencoba
mengkonfirmasi pihak Dillah Group yang berkantor di Jl Pengayoman, Ruko Jasper
III, Kota Makassar. Namun, tidak mendapatkan akses untuk melakukan wawancara.
(*)