Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan
SEDIH melihat aparat Kepolisian menjadi tunduk pada pemilik
uang. Sejak viral seorang pengusaha Dato Sri Tahir dibopong anggota Brimob di Mako Brimob Kelapa Dua dan
mendapat Bintang Bhayangkara Nararya (BBN) masyarakat merasa kurang sreg dengan
penghormatan berlebihan yang biasa diberikan kepada senior tersebut.
Penghargaan kepada pengusaha seperti ini dianggap "ada apa apanya"
atau dalam bahasa undang-undang disebut "kolusi".
Dampaknya jangan-jangan ada anggota Brimob yang boleh
mengawal pengusaha etnis China hingga rumah pribadinya. Peristiwa bopong
pemilik Mayapada Group di Mako Brimob adalah puncak gunung es indikasi eratnya
hubungan antara konglomerat dengan aparat. Hubungan yang tidak wajar dalam
paradigma membangun "esprit d'corps" dan nasionalisme.
Groundbreaking Mako Brimob Batalyon A Pelopor Polda Metro
Jaya di PIK-2 yang dihadiri dan diresmikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit
bersama Boss PIK-2 Aguan itu kini viral setelah PIK-2 dengan PSN dan pagar
lautnya dimasalahkan rakyat. Media memberitakan gencar pembongkaran pagar laut,
sertifikat HGB laut hingga groundbreaking tersebut.
Keberadaan Mako Pelopor Brimob Polda Metro Jaya di PIK-2 itu
dipertanyakan urgensi dan relevansinya. Tangerang itu masuk Provinsi Banten.
Cepat atau lambat Kota dan Kabupaten Tangerang akan berada di bawah wilayah
hukum Polda Banten.
Ada kekhawatiran keberadaanya justru untuk melindungi kawasan pecinan di PIK-2 Banten. Patung Naga raksasa di Gerbang PIK-2 adalah simbol eksklusivitas kawasan. China Town sedang dibangun di tanah puluhan ribu hektar.
Betapa bahayanya negara ini. Benar sinyalemen Presiden Prabowo ada "negara dalam negara" dan "kawasan eksklusif" dimanapribumi semakin tergusur saja ke pinggiran. Sementara wilayah strategis telah direbut, dikuasai, dan dibangun untuk kawasan pecinan.
Investasi adalah tahap awal untuk invasi. Invasi ekonomi,
pengaruh politik, dan pada gilirannya invasi militer. Tentu melalui perang
proksi dengan pecah belah sesama anak bangsa. Sejak Presiden Jokowi
berakrab-akrab dengan Xi Jinping, maka Indonesia sepertinya telah membangun
blok pertahanan dengan China. Ini sesungguhnya telah melanggar prinsip atau
asas non blok dan politik bebas aktif.
Masuk BRICS dan laporan Global Fire Power 2025 yang telah
menempatkan Indonesia sebagai salah satu sekutu kuat China membuat "bahaya
kuning" semakin nyata. Etnis China yang dipimpin oleh para konglomerat
sudah dirasakan semakin besar dan berpengaruh. PIK-1 dan PIK-2 akan menjadi
cermin.
Perlu sensus seksama berbasis etnis di negeri Indonesia agar
perilaku diskriminasi kelak dapat dihindari. Pembuatan peta etnis bukan hal
yang tabu. Rakyat berhak mengetahui besaran dan sebaran berbagai etnis agar
pengembangan dapat terkendali dan tidak mengganggu stabilitas kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Pembangunan Mako Batalyon A Pelopor Brimob Polda Metro Jaya
di PIK-2 patut dipertanyakan dalam hal kematangan perencanaan, sumber
pembiayaan, pencegahan ketergantungan, kepentingan nasional atau komunal bahkan
mungkin personal. Dan yang terpenting apakah ada agenda sebagai pengawalan
khusus bagi pengembangan kawasan pecinan ?
Tuntutan rakyat yang kini muncul akibat berbagai pelanggaran hukum yang terjadi adalah cabut PSN PIK-2 dan batalkan proyek PIK-2. Moga Brimob tidak menjadi alat atau tameng Aguan untuk menghadapi tuntutan rakyat tersebut. Brimob itu milik dan dibiayai oleh rakyat bukan pelindung proyek milik Sugianto Kusuma alias Aguan. (*)
Bandung, 30 Januari 2025