Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Pimpinan KPK saat ini tidak sah secara hukum karena
dihasilkan dari Pansel yang melanggar hukum. Setelah perubahan masa jabatan
Pimpinan menjadi 5 tahun melalui Putusan MK No 112/PUU-XX/2022 maka Pansel KPK
tidak boleh dibentuk dua kali oleh Presiden dalam periodenya. Artinya untuk
Pansel Calon Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas (Dewas) periode 2024-2029 harus
dibentuk oleh Presiden Prabowo.
Tidak ada aturan atau mekanisme hukum bagi persetujuan
Presiden Prabowo atas Calon Pimpinan KPK dan Dewas ajuan Pansel yang dibentuk oleh
Presiden Jokowi. Dalih mengatasi kekosongan tidak dapat dilabrak dengan modus
persetujuan. Prabowo keliru dan harus menganulir Pimpinan KPK yang dipimpin
Polisi aktif Komjen Pol Setyo Budiyanto tersebut.
Dahulu Jokowi dalam kaitan Pimpinan KPK pernah mengeluarkan
Perppu No 1 tahun 2015 untuk mengisi kekosongan Pimpinan KPK. Irjen Pol (Purn)
Taufiqurachman Ruki menggantikan Abraham Samad sebagai Ketua KPK. Dengan Wakil
Ketua Zulkarnaen, Indriyanto Seno Aji, Adnan Pandu Praja, dan Johan Budi.
Dengan preseden ini sesungguhnya Presiden Prabowo dapat
segera mengeluarkan Perppu KPK untuk dua hal, yaitu membatalkan Pimpinan KPK
produk "Pansel Jokowi" yang tidak sah, dan kedua menetapkan Pimpinan
Sementara KPK hingga "Pansel Prabowo" menyelesaikan tugas memilih
Pimpinan KPK definitif.
Penerbitan Perppu Pimpinan KPK adalah jalan yang paling
simpel dan solutif bagi pembenahan atas kekisruhan Pimpinan KPK saat ini.
Prabowo dapat memulai pembuktian semangat untuk memberantas korupsi dengan
sikap tegas dalam membenahi lembaga anti korupsi tersebut.
Solusi lain adalah pengajuan gugatan kepada MK oleh pihak
yang dirugikan atas keputusan KPK, misalnya Hasto Kristiyanto dalam kasus Harun
Masiku. Hal ini merujuk berhasilnya gugatan Yusril Ihza Mahendra ke MK saat ia
dinyatakan Tersangka oleh Kejagung dalam kasus Sisminbakum.
Melalui gugatan tersebut, MK nantinya diharapkan dapat memutuskan bahwa Pimpinan KPK yang diketuai
Komjen Pol Setyo Budiyanto hasil "Pansel Jokowi" dinyatakan tidak sah karena sudah sangat jelas Pimpinan
KPK dihasilkan oleh proses yang melanggar Undang-Undang.
Dalam kaitan terbitnya Perppu maka sesungguhmya Prabowo akan
benar menganggap bahwa kondisi bangsa ini dalam keadaan "darurat
korupsi". Hal ini penting di tengah upaya menjadikan korupsi hanya sebagai
ordinary crime. Contoh mencolok adalah merugikan keuangan negara 300 trilyun
dihukum ringan 6,5 tahun.
Perppu Pimpinan KPK juga harus melarang Polri aktif sebagai
Ketua KPK karena Ketua KPK nantinya tetap berada di bawah komando atau kendali
Kapolri. Artinya independensi KPK hancur
berantakan. KPK potensial menjadi alat kepentingan pragmatis. Jika sudah
demikian keberadaan KPK menjadi tidak diperlukan.
Prabowo harus segera menerbitkan Perppu pembatalan Pimpinan
KPK atau jika sudah tidak berdaya, keluarkan saja Perppu pembubaran KPK.
Sebagai kado tahun baru 2025. (*)