Menhan Ryamizard Ryacudu (kanan) dan Dewan Pengawas Pinhantanas, Connie Rahakundini Bakrie. (Liputan6.com/Putu Merta Surya Putra) (©© 2024 Liputan6.com)
JAKARTA – Connie Rahakundini Bakrie, seorang
analis militer sekaligus akademisi Indonesia, baru-baru ini menarik perhatian
publik setelah dipanggil oleh Polda Metro Jaya.
Perempuan berusia 60 tahun itu diduga terlibat dalam
penyebaran informasi hoaks terkait Pemilu 2024.
Kasus tersebut bermula dari pernyataannya terkait akses
kepolisian terhadap aplikasi Sirekap yang menuai banyak reaksi saat persiapan
Pilpres lalu.
Dalam pernyataannya, Connie meminta maaf dan memberikan
klarifikasi terkait pernyataan yang dimaksud, namun pemanggilan oleh kepolisian
tetap berlanjut.
Di sisi lain, pemanggilan Connie tersebut telah menimbulkan
berbagai pertanyaan di kalangan pengamat, terutama mengenai kemungkinan adanya
keterkaitan dengan dinamika politik saat ini.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut kronologi
lengkap kasus Connie Bakrie, mulai dari unggahan kontroversial soal Sirekap
hingga pemanggilannya oleh Polda Metro Jaya, sebagaimana dirangkum Liputan6
pada Selasa (3/12).
Pernyataan tentang
Sirekap
Kasus ini bermula dari unggahan Connie di akun Instagramnya
pada bulan Maret 2024. Dalam unggahan tersebut, Connie menyatakan bahwa polisi
dapat mengakses aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dan bahkan
berpotensi mengisi formulir C1 langsung dari Polres.
Pernyataan ini merujuk pada kutipan dari mantan Wakapolri
Komjen Oegroseno, yang menurut Connie, diucapkan dalam sebuah pertemuan informal.
Namun, pernyataan ini menimbulkan kontroversi karena dianggap meragukan
kredibilitas penyelenggaraan Pemilu 2024.
Tak lama setelah unggahannya menjadi viral, dua laporan resmi
diajukan terhadap Connie ke Polda Metro Jaya. Laporan tersebut dilengkapi
dengan bukti berupa tangkapan layar dari unggahan dan flash disk yang berisi
data terkait.
Laporan ini tercatat pada tanggal 20 Maret 2024 dengan nomor
LP/B/1585/III/2024/SPKT/PMJ dan LP/B/1586/III/2024/SPKT/PMJ. Situasi ini
menunjukkan betapa seriusnya dampak dari pernyataan yang disampaikan oleh
Connie, yang tidak hanya berpotensi merusak reputasi institusi, tetapi juga
dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi yang sedang
berlangsung.
Connie Bari Klarifikasi
dan Meminta Maaf
Menanggapi laporan yang beredar, Connie memberikan
klarifikasi melalui platform media sosialnya. Ia menjelaskan bahwa
pernyataannya merupakan hasil dari salah pengertian terhadap kutipan yang
disampaikan oleh Komjen Oegroseno, yang menurutnya hanya dalam konteks diskusi
informal.
Selain itu, Connie juga meminta maaf jika pernyataan tersebut
menimbulkan kesalahpahaman di kalangan publik. Meskipun klarifikasi ini
disampaikan secara terbuka, proses hukum yang sedang berlangsung tetap
berlanjut.
Connie menegaskan bahwa tidak ada niat dari dirinya untuk
menyebarkan informasi yang tidak benar atau merusak reputasi lembaga yang
terlibat. Tindakan Connie ini mendapatkan dukungan dari beberapa pihak yang
berpendapat bahwa kasus ini tidak cukup kuat untuk diteruskan ke jalur hukum.
Tidak Tahu Jika
Dipanggil
Pada tanggal 29 November 2024, Polda Metro Jaya mengeluarkan
surat panggilan resmi kepada Connie. Namun, saat itu Connie sedang menjalani
tugasnya sebagai Guru Besar di Universitas St. Petersburg, Rusia.
Ia mengungkapkan bahwa ia tidak mengetahui dan tidak menerima
surat panggilan sebelumnya ketika berada di Indonesia pada bulan Oktober dan
November. Connie menilai pemanggilan ini cukup aneh karena ia baru menerima
informasi tersebut melalui pengacaranya hanya sehari sebelum jadwal
pemeriksaan.
Ia juga menjelaskan bahwa perjalanan kembali ke Indonesia
dari Rusia membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga tidak memungkinkan
baginya untuk memenuhi panggilan tersebut.
Selain itu, Connie mempertanyakan urgensi dari kasus ini. Ia
merasa telah memberikan klarifikasi yang diperlukan dan tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa ia merugikan pihak lain secara langsung.
Dalam situasi ini, ia berharap agar pihak berwenang
mempertimbangkan kembali pemanggilan tersebut, mengingat kondisi dan situasi
yang sedang dihadapinya.
Dengan demikian, Connie berharap bahwa proses hukum ini dapat
berjalan dengan adil dan tidak memberatkan dirinya tanpa alasan yang jelas.
Tanggapan PDIP
Ketua DPP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional PDIP, Ronny
Talapessy, mengungkapkan bahwa kasus ini tampak mengandung unsur kriminalisasi.
Ia berasumsi bahwa pemanggilan Connie berkaitan erat dengan
sikap politiknya, terutama kritik yang dilontarkannya dalam sebuah podcast
mengenai Pemilu 2024.
PDIP berkomitmen untuk memberikan dukungan kepada Connie dalam
menghadapi masalah ini, mengingat ada dugaan bahwa kasus ini dimanfaatkan untuk
kepentingan tertentu.
Ronny menekankan pentingnya keadilan dalam penanganan kasus
ini agar tidak ada individu yang merasa dikriminalisasi akibat pandangan
politik mereka.
Sikap PDIP ini menambah nuansa politik dalam kasus tersebut,
yang sebelumnya sudah menarik perhatian dari berbagai kalangan. Dengan
demikian, kasus ini tidak hanya menjadi persoalan hukum, tetapi juga
mencerminkan dinamika politik yang lebih luas di tanah air.
Dampaknya terhadap
Kebebasan Berpendapat
Kasus Connie telah memicu perdebatan yang lebih mendalam
mengenai kebebasan berpendapat di Indonesia, khususnya dalam ranah politik dan
pemilihan umum. Beberapa analis berpendapat bahwa jika pernyataan yang bersifat
diskusi informal terus dibawa ke ranah hukum, hal ini dapat menciptakan
preseden yang merugikan.
Bagi Connie, situasi ini merupakan tantangan bagi integritas
dan keberaniannya sebagai seorang akademisi yang aktif menyuarakan pendapat.
Dukungan yang diterima dari berbagai kalangan menunjukkan
bahwa masih ada kesempatan untuk mengangkat pertanyaan mengenai relevansi kasus
ini dalam konteks kebebasan berekspresi.
Meskipun demikian, jalannya proses hukum tetap berlanjut dan
akan menentukan apakah kasus ini memiliki dasar hukum yang cukup kuat untuk
diteruskan.
Apa alasan Connie
Rahakundini Bakrie dipanggil oleh Polda Metro Jaya?
Connie telah dipanggil untuk memberikan klarifikasi terkait
dugaan penyebaran informasi palsu yang berkaitan dengan akses polisi terhadap
aplikasi Sirekap.
Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan isu
kepercayaan terhadap integritas data yang digunakan dalam proses pemilihan
umum.
Dalam situasi ini, penting untuk memahami bahwa penyebaran
informasi yang tidak benar dapat memiliki dampak yang luas, termasuk
mempengaruhi opini masyarakat mengenai lembaga-lembaga tertentu.
Oleh karena itu, penanganan kasus ini oleh pihak berwenang
diharapkan dapat memberikan kejelasan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Bagaimana reaksi Connie
terhadap pemanggilan ini?
Connie telah memberikan penjelasan yang jelas dan meminta
maaf atas situasi yang terjadi. Namun, ia juga mempertanyakan alasan mendesak
di balik pemanggilan tersebut, karena ia merasa telah mengoreksi pernyataannya
sebelumnya.
Apa kontribusi PDIP
dalam kasus ini?
PDIP mencurigai adanya upaya kriminalisasi terkait
pemanggilan Connie. Mereka juga berkomitmen untuk memberikan pendampingan hukum
kepada Connie dalam menghadapi situasi ini.
Hal ini menunjukkan perhatian serius PDIP terhadap kasus yang
menimpa anggotanya. Dengan adanya dukungan hukum, diharapkan Connie dapat
menjalani proses hukum dengan baik dan mendapatkan keadilan yang seharusnya.
Apa itu aplikasi
sirekap?
Sirekap merupakan sebuah sistem yang dirancang untuk
mengelola dan menyajikan informasi hasil rekapitulasi suara pada Pemilu 2024.
Sistem ini berfungsi untuk menampilkan hasil agregat dari perhitungan suara
yang telah dilakukan, sehingga memudahkan masyarakat dan pihak terkait dalam
memperoleh data pemilu secara akurat dan cepat.
Dengan adanya Sirekap, proses transparansi dalam pemilu dapat
ditingkatkan, karena setiap hasil suara dapat diakses dengan mudah. Hal ini
diharapkan dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap hasil pemilu yang
diadakan.
Apakah situasi ini
mempengaruhi kebebasan untuk menyampaikan pendapat?
Beberapa kalangan berpendapat bahwa kasus ini berpotensi
mengancam kebebasan berpendapat, terutama jika diskusi yang bersifat informal
dibawa ke ranah hukum.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa orang-orang akan lebih
berhati-hati dalam menyampaikan pendapat mereka, sehingga dapat mengurangi
ruang untuk berdialog secara terbuka. (merdeka)