Rakernas IV PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta
JAKARTA — Peluang Presiden ke-7 Republik
Indonesia, Joko Widodo, untuk mendirikan partai politik (parpol) pasca-berhenti
dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), diperkirakan sulit terwujud
karena tak lagi memiliki pengaruh dominan dalam politik nasional saat ini.
Pengamat politik Citra Institute, Efriza menilai, pendirian
parpol oleh Jokowi bisa jadi kurang tepat waktunya jika dilakukan setelah ia
pensiun dari jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan.
"Jokowi tidak akan mau dan berani untuk bersikap
membangun partai sendiri, karena masa keemasannya sudah habis dalam karir
politik, sudah dua periode jadi presiden," ujar Efriza kepada Kantor
Berita Politik dan Ekonomi RMOL, pada Jumat, 20 Desember 2024.
Menurutnya, ketenaran Jokowi dalam konstelasi politik semata
karena jabatannya, sehingga banyak orang yang menjadi simpatisannya tapi dengan
tujuan kepentingan politik.
"Karena nilai jual personal Jokowi bukan bersifat
ketokohan layaknya negarawan, melainkan karena pengalaman dirinya saja sebagai
mantan presiden. Jokowi populer sekadar sebuah pamor yang ada waktunya untuk
meredup," tutur Efriza.
"Dan, Jokowi juga tidak punya massa yang loyal, kecuali
masyarakat yang simpatik atas kerja kerasnya semata. Sekeliling Jokowi juga
bukan orang-orang non partai, malah orang-orang dari beragam partai dan tidak
sepenuhnya loyal sama dirinya, kecuali untuk kepentingan memperoleh kekuasaan
saja," sambungnya.
Oleh karena itu, dosen ilmu pemerintahan Universitas Pamulang
(Unpam) itu meyakini, konstelasi politik saat ini menuntut Jokowi untuk
mengikuti parpol lain, apalagi putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka tengah
menjadi Wakil Presiden pendamping Presiden Prabowo Subianto.
"Jadi Jokowi dan anak-anaknya akan lebih memilih sebagai
pendukung Prabowo Subianto saja. Andai ia memilih terjun politik praktis,
disinyalir lebih memilih bergabung bersama partai yang sudah ada,"
demikian Efriza menambahkan. (*)