Polisi telah menetapkan 17 tersangka dalam sindikat pembuat dan pengedar uang palsu di lingkungan UIN Makassar, Sulawesi Selatan, dan mengamankan barang bukti senilai ratusan triliun rupiah. Bagaimana modus operandi sindikat yang dimaksud oleh pimpinan perpustakaan kampus tersebut dan apa saja dampak negatif peredaran uang palsu bagi masyarakat?
MAKASSAR — Polda Sulsel menyebut Kepala Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar berinisial AI berperan sentral dalam operasi sindikat uang palsu tersebut.
AI disebut-sebut menyediakan 'tempat aman' untuk menghasilkan
uang, surat berharga negara (SBN) dan sertifikat deposito BI senilai ratusan
triliun rupiah.
"Perannya berbeda-beda, tapi peran sentralnya di AI dan
juga saudara MS. Kemudian ada ASS tapi saya sengaja tidak sebutkan [sebagai
tersangka] karena belum memiliki kekuatan hukum yang tetap," kata Kapolda
Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono dalam konferensi pers di Polres Gowa,
Kamis (19/12).
Walaupun disebut memiliki peran penting, status ASS masih
belum jelas, baik jadi tersangka maupun daftar pencarian orang (DPO).
Suasana di depan perpustakaan UIN Makassar.
Sementara itu, Badan Eksekutif Mahasiswa UIN Alauddin menduga ada keterlibatan pihak lain di kampus dan mendesak rektor untuk mengundurkan diri. Namun, Rektor UIN Alauddin, Hamdan Juhannis enggan mengomentari hal tersebut itu.
Dia berkata upaya yang dilakukan pihaknya adalah "kedua oknum yang terlibat dari kampus kami, langsung kami berhentikan dengan tidak hormat," singkatnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, pihak yang paling dirugikan oleh uang palsu adalah pengusaha kecil dan menengah.
"Begitu dia dapat uang palsu, dan menyetorkan uang itu ke bank kan ditolak. Berarti kerugian langsung yang didalami mereka," kata Bhima.
Bagaimana mesin itu bisa masuk kampus?
Berdasarkan penelusuran di tempat kejadian perkara (TKP) di gedung perpustakaan Syekh Yusuf kampus UIN Alauddin, 'ruangan pabrik' uang palsu berada di lantai satu lobi perpustakaan.
Mesin cetak kertas berwarna yang dimodifikasi untuk mencetak uang itu berada di lorong depan pintu toilet pria dan perempuan. Tidak ada garis polisi di lokasi tersebut.
Seorang staf perpustakaan bercerita mesin yang telah mencetak ratusan juta uang palsu itu berada di depan pintu toilet pria, ditutup oleh dinding triplek.
Namun dinding triplek itu telah dibongkar saat polisi
mengangkut mesin seberat lebih dari dua ton itu.
Personel polisi melihat kondisi mesin cetak yang merupakan
alat bukti kasus pembuatan dan peredaran uang palsu di Mapolres Kabupaten Gowa,
Sulawesi Selatan, Selasa (17/12).
Sebelum kasus ini terungkap, staf itu tidak mengetahui
aktivitas di balik dinding triplek itu.
Hanya saja, ujarnya, dia kerap mendengar ada kegiatan di
malam hari di dalam perpustakaan. Padahal ruang baca itu telah ditutup sejak
sore hari.
Seorang mahasiswi yang kerap mengunjungi perpustakan, Anita,
21 tahun, juga tak melihat aktivitas mencurigakan di gedung yang terletak di
tengah kampus itu.
"Aktivitas di dalam seperti perpustakaan pada umumnya,
ada orang baca buku, cari buku yang sesuai dengan jurusan atau minat kita
masing-masing," ungkap Anita saat ditemui di kampus UIN Alauddin, Rabu
(19/12).
"Ya seperti umumnya orang berkegiatan di dalam."
Kapolres Gowa AKBP Rheonald T Simanjuntak bercerita awalnya
sindikat ini memproduksi uang palsu di tempat MS di Jalan Sunu, Makassar.
Namun, percetakan uang palsu itu menggunakan mesin berukuran kecil. Lalu mereka membeli alat yang lebih besar seharga Rp600 juta di Surabaya, yang dibuat dari China. Alat itu kemudian dimasukkan ke dalam perpustakaan kampus.
"Alat itu dimasukkan salah satu tersangka, inisial AI, itu
ke dalam salah satu kampus di Gowa, yaitu menggunakan salah satu gedung, yaitu
perpustakaan dan itu di malam hari," ujar Rheonald.
Kecemasan warga Gowa
Peredaran uang palsu di kabupaten Gowa disebut sudah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Uang palsu kerap kali didapati oleh sejumlah pedagang di Pasar Sentral Sungguminasa Gowa.
Hal itu seperti yang diungkapkan Mustari Limpo, 52 tahun,
yang bekerja sebagai pedagang.
"Untuk sementara selama ada informasi [kasus UIN] itu belum pernah [ditemukan uang palsu].
Lokasi mesin percetakan yang digunakan untuk memproduksi uang palsu di perpustakaan UIN Makassar.
"Tapi yang lalu-lalu itu pernah, bahkan pernah saya
dapati dulu itu dua tahun yang lalu pecahan Rp50.000, itu satu lembar orang tua
itu belanja," jelas Mustari.
Menurut Mustari, pascakasus sindikat peredaran uang palsu di
kampus UIN Alauddin terungkap, dirinya dan pedagang di pasar Sentral
Sungguminasa semakin teliti saat bertransaksi, apalagi saat ada pembeli yang
menggunakan uang nominal Rp100.000.
"Kalau was-was itu setiap saat, apapun bentuknya kita
selalu was-was. intinya pencegahan, seperti itu. Apalagi itu ada isu, bukan isu
lagi tapi sudah ada itu tersangka [kasus di UIN] makanya di pasar kita selalu
proaktif jika ada yang dicurigai," kata Mustari.
Siapa saja tersangka kasus pemalsuan uang ini?
Polisi
telah menetapkan 17 tersangka dalam kasus sindikat pengedar uang palsu di
lingkungan UIN Makassar.Polisi telah menetapkan 17 tersangka dalam sindikat
pembuat dan pengedar uang palsu di lingkungan UIN Makassar, Sulawesi Selatan,
dan mengamankan barang bukti
Polisi telah menetapkan 17 tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah:
Kepala Perpustakaan UIN Alauddin: AI (54 tahun)
Pegawai bank BUMN: IR (37 tahun) dan AK (50 tahun)
Pengusaha: MS (52 tahun), JBS (68 tahun), ICH (42 tahun), M
(37 tahun), SW (35 tahun), AA (42 tahun), R (49 tahun)
PNS dosen: SM (58 tahun)
Honorer: MN (40 tahun)
Juru masak: K (48 tahun)
Ibu rumah tangga: SA (60 tahun)
PNS guru: SU (55 tahun)
PNS di Sulawesi Barat: SA (52 tahun) dan MM (40 tahun)
Selain itu, polisi masih memburu tiga pelaku lain yang masuk
dalam daftar pencarian orang (DPO).
Siapa aktor sentral di balik jaringan ini?
Kasus ini mulanya terungkap saat seorang sindikat uang palsu,
berinisial K, melakukan transaksi di wilayah Kecamatan Palangga, Gowa, pada 26
November 2024.
Berdasarkan info dari masyarakat, K disebut melakukan
transaksi menggunakan uang pecahan Rp100.000 palsu sebanyak lima lembar.
Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan pengembangan atas temuan itu. Hasilnya sejak awal Desember, sebanyak 17 tersangka mulai ditangkap. Dari rangkaian proses itu, polisi mendalami peran masing-masing tersangka.
Yudhiawan mengatakan aktor sentral dari sindikat ini adalah AI, MS dan ASS. AI berperan dalam menyediakan "tempat aman" untuk memproduksi uang di dalam kampus UIN Alauddin.
Polisi telah menetapkan 17 tersangka dalam kasus sindikat
pengedar uang palsu di lingkungan UIN Makassar.
Polisi menyebut "pabrik" uang palsu di dalam
perpustakaan itu telah ada sejak September 2024.
Tersangka AI memindahkan mesin cetak hasil modifikasi tersebut dari rumah MS di Jalan Sunu, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar. Yudhiawan menyebut sindikat ini disebut sudah dimulai sejak 2010 silam.
"Timeline dan peredaran uang palsu ini dimulai dari 2
juni 2010, sudah lama ini. Terus lanjut 2011 sampai 2012, kemudian sampai juni
2022 kembali lagi untuk merencanakan pembuatan dan mempelajarinya lagi,"
ungkap Yudhiawan.
AI pun bekerja sama dengan MS, yang berperan sebagai penyedia
bahan baku dan jasa percetakan uang palsu.
Di rumah MS ditemukan sejumlah barang bukti, seperti mesin
cetak uang palsu lama berukuran kecil tapi telah rusak, dan beberapa bahan baku
lain untuk percetakan uang palsu.
"Kemudian ada ASS, tapi saya sengaja tidak sebutkan
[sebagai tersangka] karena belum memiliki kekuatan hukum yang tetap," kata
Yudhiawan.
AKBP Reonald Simanjuntak mengatakan sosok ASS berperan
mengenalkan AI ke MS.
Selain itu, ASS juga disebut memodali pembelian mesin cetak
uang di perpustakaan. Uang itu diberikan kepada tersangka MS sebagai pelaku
sentral lainnya, selain AI.
Namun, status hukum ASS belum jelas. Reonald mengatakan ASS
belum ditetapkan sebagai tersangka.
Reonald mengaku tidak mau terburu-buru dan bisa jadi
"polisi blunder" karena belum memiliki dua alat bukti yang cukup.
Personel polisi menunjukkan barang bukti berupa mesin cetak
saat konferensi pers kasus pembuatan dan peredaran uang palsu di Mapolres
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (19/12).
"Mohon waktu nanti kami akan difaktakan berdasarkan alat
bukti yang kami temukan nanti," kata Reonald.
"Kita kan harus ada praduga tak bersalah, jangan sampai
jadi bomerang bagi kami," ujarnya kemudian.
Dalam catatan kepolisian, tersangka AI sempat ingin maju di
Pilkada Kabupaten Barru, Sulsel.
Dia berencana memakai uang palsu itu sebagai dana kampanye,
hanya saja tidak ada partai yang mendukungnya.
Demikian halnya, ASS yang sempat menyatakan diri maju
bertarung di Pilkada Kota Makassar 2024 tapi tidak memiliki dukungan partai
yang cukup.
"[ASS] ini beda, jadi DPO [daftar pencarian orang] hanya
tiga orang tadi. Karena itu butuh pengembangan lagi, seperti itu, siapa otaknya
masih kita cari, itu nanti," tambah Reonald.
Bagaimana modus operandinya?
Menurut Irjen Pol Yudhiawan Wibisono, modus operandi para
pelaku dalam sindikat ini saat menyebarkan uang palsu di Gowa dan Makassar
berbeda-beda.
Namun caranya sama saat bertransaksi, yakni para pelaku
menyelipkan uang palsu diantara uang asli.
"Transaksi pertama itu dari saudara MN dengan saudara AI
untuk melakukan jual beli uang palsu, ini [modus operandinya] satu banding dua.
Jadi satu [uang] asli dan dua uang palsu. Dan transaksi ini juga dilakukan
tersangka lain," jelas Yudhiawan.
Peran 17 tersangka ini rata-rata adalah melakukan transaksi
jual beli uang palsu, dan pembelian barang kebutuhan sehari-hari memakai metode
satu banding dua.
Sejumlah tersangka dihadirkan saat konferensi pers kasus
pembuatan dan peredaran uang palsu di Mapolres Kabupaten Gowa, Sulawesi
Selatan, Kamis (19/12).
Sedangkan peran tersangka MS selain sebagai penyebar, dia
juga sebagai penyedia jasa dan bahan baku uang palsu.
Hingga pekan kedua November 2024, Yudhiawan mengatakan, para
sindikat ini sudah berhasil mencetak dan mengedarkan uang palsu senilai Rp150
juta dan Rp250 juta dengan pecahan Rp100.000.
"Dan ada yang terakhir sebelum ditangkap kemarin
menyerahkan uang palsu Rp200 juta dan menghentikan aktivitasnya, karena mereka
sempat tahu kalau polisi sedang menyelidiki," ujar Yudhiawan.
Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Pol Yudhiawan (tengah) bersama
Kapolres Gowa AKBP Reonald TS Simanjuntak (kanan) dan Kepala Bank Indonesia
Perwakilan Sulsel Rizki Ernadi Wimanda (kiri) memperlihatkan barang bukti uang
palsu saat konferensi pers di Mapolres Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis
(19/12).
Total terdapat 98 jenis barang bukti yang telah diamankan. Di antaranya adalah mata uang rupiah emisi 2016 sebanyak 4.554 lembar pecahan Rp100.000. Kemudian ada 234 lembar pecahan Rp100.000 dan belum terpotong.
Selain itu ada juga mata uang asing, yaitu satu lembar 5.000
won (Korea Selatan), 111 lembar uang 500 dong (Vietnam).
Yang menarik, polisi juga menyita salinan atau fotocopy
sertifikat deposito Bank Indonesia (BI) dan kertas surat berharga negara (SBN)
yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
"Nah, ini ada yang menarik juga, nanti kita perlu
penjelasan dari BI. Ada satu lembar kertas fotocopy sertifikat BI, nilainya
Rp45 triliun," kata Yudhiawan.
"Juga ada satu lembar surat berharga negara [SBN]
senilai Rp700 triliun."
Polisi juga mengamankan mesin pencetak uang palsu dari China
senilai Rp600 juta, tinta, kertas, kaca pembesar dan lainnya.
'Dugaan keterlibatan pihak lain dalam kampus'
Suasana di depan kampus UIN Alamuddin Makassar.
Terlepas dari penelusuran yang dilakukan oleh kepolisian, Sekretaris
Jenderal BEM UIN Alauddin, M. Reski menduga "masih banyak" pihak lain
di dalam kampus yang terlibat dalam praktek uang palsu ini.
"Kami juga duga kuat ini banyak yang terlibat dalam
kampus, sehingga kenapa lembaga kemahasiswaan itu dikekang sedemikian rupa,
apakah supaya mereka bisa muluskan jalan-jalannya mereka."
Selain itu, dia juga melihat ada keterkaitan antara pabrik uang palsu itu dengan terbitnya surat edaran rektor soal pembatasan aktivitas mahasiswa di kampus.
Reski mengatakan, salah satu inti dari surat edaran pada 25
Juli 2024 itu membatasi aktivitas mahasiswa di dalam kampus hingga pukul lima
sore.
"Ini mempunyai titik terang, oh jangan sampai sudah ada
pembiaran [oleh rektor]. Masalahnya, mesin sebesar itu masuk lewat mana? Kenapa
ada percetakan uang palsu di kampus?" kata Reski.
Atas peristiwa ini, Reski mengatakan BEM UIN mendesak rektor
di kampusnya untuk mengundurkan diri.
"Kenapa? Karena kegagalannya sebagai rektor,
kelalaiannya atas pencemaran dari nilai-nilai pendidikan yang hari ini dia
emban," tambahnya.
Pesonil kepolisian menggiring terduga pelaku kasus uang palsu di Markas Polres Gowa, Sulawesi Selatan, Selasa (17/12).
Sementara itu, Rektor UIN Alauddin, Hamdan Juhannis
mengatakan mendukung aparat untuk mengungkap kasus itu.
"Selaku pimpinan tertinggi di UIN Alauddin selaku
rektor, saya marah, saya malu, saya tertampar. Setengah mati kami membangun kampus,
membangun reputasi bersama pimpinan ini hadir semua, tapi dengan sekejap
dihancurkan," ungkap Hamdan yang hadir dalam rilis di Polres Gowa.
"Itulah jelas setelah ini, kami mengambil langkah kedua
oknum yang terlibat dari kampus kami, langsung kami berhentikan dengan tidak
hormat. Terima kasih," singkatnya.
Setelah pernyataan itu, wartawan sempat menanyakan seputar
dugaan keterlibatan pihak lain di UIN Alauddin. Tapi Hamdan terdiam. Bahkan dia
terus menghindari wartawan setelah rilis kasus itu digelar.
Apa kata Bank Indonesia?
Kepala perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulawesi Selatan, Rizki
Ernadi Wimanda, mengatakan pengungkapan sindikat peredaran uang palsu oleh
kepolisian ini seperti fenomena gunung es.
"Secara permukaan terlihat tapi yang tidak diketahui
banyaknya peredarannya," ungkap Rizki.
"Kalau kita perhatikan ciri-ciri uang [palsu] yang sudah
diedarkan ini secara kasat mata itu susah untuk dikenali, tetapi Bank Indonesia
untuk memastikan uang itu berkualitas maka di pecahan Rp100.000 ini ada lebih
dari sepuluh security feature."
Bank Indonesia Sulsel mengatakan, pengungkapan sindikat
peredaran uang palsu oleh kepolisian ini seperti fenomena gunung es,
Security feature yang dimaksud adalah "bahannya khusus,
ada watermark, electro type, kemudian ada intaglio atau pencetakan yang kasar,
dilihat dan diterawang itu saling melengkapi, multi colour letern image, colour
safty, UV feature, micro text dan lainnya."
Rizki pun memberikan solusi bagi masyarakat yang masih
ragu-ragu untuk bertransaksi dengan uang kertas agar menggunakan aplikasi
online karena menurutnya itu lebih aman.
"Gunakan QRIS, jadi kelontong-kelontong, toko-toko kalau
memang masih khawatir masih ada uang palsu pakai QRIS," katanya.
Tidak bisa kita analisa [perbedaan uang palsu dan asli],
karena satu saja beda itu [uang] palsu," Rizki menambahkan.
Apa dampak peredaran uang palsu?
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima
Yudhistira mengatakan, pihak yang paling dirugikan oleh uang palsu adalah
pengusaha kecil dan menengah.
"Begitu dia dapat uang palsu, dan menyetorkan uang itu
ke bank kan ditolak. Berarti kerugian langsung yang didalami mereka,"
katanya.
Bhima mengatakan peredaran uang palsu lebih banyak terjadi di
sektor informal, yang mana transaksi uang tunai masih mendomindasi dibandingkan
secara daring.
Jika peredaran uang palsu semakin banyak, hal itu bisa berpengaruh
ke kebijakan moneter.
"Jadi mau menaikan menurunkan suku hubungan menjadi
kurang efektif. Misalnya dalam pengendalian inflasi karena jumlah uang beredar
yang pasti di masyarakat menjadi terdistorsi oleh adanya uang palsu,"
katanya.
Pihak yang paling dirugikan oleh uang palsu disebut adalah
pengusaha kecil dan menengah.
Untuk memberantas uang palsu, Bhima melihat terdapat tiga upaya yang bisa dilakukan pemerintah.
"Pertama pengawasan bea cukai yang ketat untuk alat-alat
percetakan, terutama yang bisa menjadi digunakan untuk produksi uang
palsu," katanya.
Kedua adalah memberantas sindikat uang palsu secara tuntas
untuk memberikan efek jera.
"Lalu mempercepat digitalisasi pembayaran terutama di
warung-warung informal dan disisir dari pinggiran, bukan dari wilayah
urban," ujarnya.
Apakah ini kasus pertama dan apa hukumannya?
Kasus ini bukan yang pertama. Sebelumnya, polisi telah
membongkar beberapa sindikat uang palsu.
Pada Juni lalu, Polda Metro Jaya meringkus empat tersangka
pengedar uang palsu senilai Rp22 miliar.
Uang itu akan dibeli seharga Rp5,5 miliar. Alat-alat mencetak
uang palsu dibeli dengan harga Rp300 juta. Produksinya dilakukan di Sukabumi,
Jawa Barat.
Kemudian pada 2022, polisi menangkap 11 tersangka sindikat
uang palsu lintas provinsi di Pulau Jawa, yang berperan sebagai pemodal,
produsen, hingga pengedar.
Dalam sehari sindikat ini disebut mampu mencetak Rp2 miliar
uang palsu. Uang itu diedarkan dengan skema penukaran satu banding dua.
Pihak yang paling dirugikan oleh uang palsu disebut adalah
pengusaha kecil dan menengah.
Merujuk pada UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang, setiap orang yang memalsukan dan secara sadar menyimpan rupiah diganjar penjara 10 tahun dan dendan paling banyak Rp10 miliar. Bagi pengedar uang palsu, hukuman 15 tahun dan denda Rp50 juta menanti.
Menurut data Bank Indonesia, jumlah uang palsu di Indonesia pada 2024 berjumlah dua lembar dalam satu juta lembar uang yang beredar mencapai Rp8.928 triliun. Jumlah uang palsu itu senilai Rp4,46 miliar.
Sebelumnya pada 2019 perbandinganya mencapai sembil lembar
dalam satu juta uang asli. Kemudian menurun menjadi lima lembar sepanjang 2020
hingga 2023.
Bagaimana membedakan uang palsu dan asli?
Pernah mendengar metode 3D, yaitu dilihat, diraba dan
diterawang? Ini cara sederhana memembedakan uang palsu dan tidak. Jika ingin
lebih canggih dapat menggunakan alat ultraviolet.
Jika dilihat, uang asli akan menunjukkan perubahan warna
benang pengaman dan perisai logo BI. Warna uang juga terlihat terang dan jelas
Saat diraba, tekstur uang akan terasa, seperti di gambar
utama, lambang negara, angka nominal, dan ada kode tuna netra yang bisa diraba.
Lalu jangan lupa diterawang ke arah cahaya. Cara itu akan
menunjukkan gambar pahlawan, ornamen dan logo BI.
Pihak yang paling dirugikan oleh uang palsu disebut adalah
pengusaha kecil dan menengah.
Satu-satunya otoritas yang memiliki kewenangan pengelolaan
rupiah adalah Bank Indonesia, mulai dari perencanaan, pencetakan, pengedaran
hingga pemusnahan.
Dalam produksi uang, pemerintah menunjuk Perum Peruri sebagai pelaksana. Peruri menjelaskan pembuatan uang secara garis besar diawali dengan proses engraving, yaitu membuat desain dan gambar baku.
Setelah itu dilakukan metode offset printing, yaitu proses
mencetak di kedua belah sisi uang menggunakan plat pada media kertas. Proses
selanjutnya adalah intaglio printing, yaitu mencetak warna hologram pada uang.
Kemudian adalah proses penomoran uang. Dalam masing-masing proses, inspeksi dengan ketat dilakukan. Kemudian lembar kertas besar itu dipotong-potong sesuai ukuran.
Bahan baku uang hanya diperoleh dari BI. Artinya jumlah
cetakan uang tak bisa ditambah ataupun dikurangi. Uang yang gagal proses harus
dikirim kembali ke BI.