Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Tentu ini bukan hubungan Islam dengan Kristen, Budha,
Konghucu atau lainnya. PIK 2 ternyata memiliki problema yang bersifat multi dimensional
baik ekonomi, politik, sosial, hukum, budaya, keamanan serta agama. Yang
terakhir ini menarik terkait dengan adanya Keputusan lembaga keagamaan yaitu
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang antara lain menyatakan :
"MUI meminta kepada pemerintah untuk mencabut status
Program Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) karena banyak
mendatangkan kemudharatan bagi masyarakat dan tidak sesuai dengan peraruran
perundang-undangan".
Keputusan MUI tanggal 19 Desember 2024 ini bernomor :
Kep-84/DP-MUI/XII/2024 tentang Taujihat Mukernas IV Tahun 2024 : Pesan MUI
Untuk Para Pimpinan Nasional dan Kepala Daerah. Ditandatangani oleh Ketum dan
Sekjen Dewan Pimpinan MUI KH.M Anwar Iskandar dan H. Amirsyah Tambunan.
Dua alasan utama MUI mendesak agar pemerintah mencabut status
PSN PIK 2 adalah "mendatangkan kemudharatan" dan "tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan". Kedua hal ini sangat mendasar dan
sangat penting sebagai bahan
pertimbangan agar pemerintah segera mencabut status PSN atas PIK-2.
Menurut kaidah fiqih, mencegah kemudharatan harus didahulukan
daripada mendapatkan kemashlahatan "dar-ul mafaasid awlaa min jalbil
mashoolih" karenanya MUI memandang berdasar aspek keagamaan bahwa
penetapan status PSN untuk PIK 2 adalah mudharat artinya harus ditinggalkan
meski proyek tersebut ada manfaatnya.
Kemudharatan ekonomi yakni menyengsarakan rakyat setempat.
PSN menguntungkan pengusaha, calo tanah dan aparat, serta merugikan rakyat yang
terpaksa tergusur. Berefek pada kesenjangan sosial dimana yang kaya semakin
kaya dan yang miskin semakin miskin. Pemerataan kesejahteraan hanya ilusi dan
basa-basi. Faktanya rakyat tetap melarat bahkan sekarat. PSN untuk PIK 2 adalah
kebijakan jahat dan tipu-tipu kaum konglomerat.
Kenurut agama bertransaksi itu tidak boleh zalim atau berlaku
tidak adil (zulm), curang (gharar), merugikan (dharar), spekulatif (maysir),
untung berlipat-lipat (riba) dan penipuan terencana (tadlis). Demikian juga
dengan menyembunyikan informasi (ghalat), ancaman (tahdid) dan suap menyuap
(risywah). Pada kasus PSN PIK 2 banyak sekali transaksi yang menyentuh
sisi-sisi haram menurut agama.
Dari aspek ketidaksesuaian dengan peraturan
perundang-undangan, maka PSN PIK 2 yang bersandar pada Permenko No 6 tahun 2024
merupakan penyelundupan hukum, bertentangan dengan PP No 42 tahun 2021 serta
menyesatkan UU No 11 tahun 2020. Jika ditarik ke aturan Konstitusi khususnya
menyangkut kesetaraan hukum, HAM dan fungsionalisasi bumi untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, maka nyata-nyata aturan Konstuitusi itu telah dilanggar oleh
pemerintah dan pengusaha yang rakus.
Dengan Keputusan MUI maka perjuangan keagamaan untuk melawan kongkalikong penguasa dan pengusaha dalam kasus PIK 2 menjadi semakin jelas. Perjuangan melawan kezaliman dan kejahatan atas perampasan tanah-tanah rakyat adalah Jihad Fie Sabilillah.
Rakyat Banten yang relijius patut belajar dari Sultan Ageng Tirtayasa dan para pejuang terdahulu yang gigih mempertahankan tanah tumpah darahnya. Bertarung melawan segala bentuk penjajahan dengan api iman yang terus membara. Perjuangan atas kesewenangan PIK 2 merupakan perjuangan keagamaan. MUI telah memberi pedoman. (*)