Oleh : Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI
KETAKUTAN berjuang dengan segala resikonya, itu yang membuat
kedzoliman semakin digdaya. Sikap kritis akan terkikis, perlawanan akan
menimbulkan korban. Begitulah cara penguasa dan pengusaha durjana, membentuk
mental dan pikiran rakyat, sehingga mewujud keabadian penjajahan.
Masih ada sedikit yang memiliki nurani, eling pada moralitas
dan bersandar pada nilai-nilai Ketuhanan.
Namun jauh lebih banyak yang berperilaku barbar, primitif dan brutal.
Kemanusiaan diinjak-injak, rakyat jelata begitu rendah dan tak berharga. Betapa
harta, jabatan dan kekuasaan begitu dihormati dan dimuliakan meski keringat,
darah dan nyawa orang-orang tak berdosa menjadi alat tukar untuk meraihnya.
Sebuah negara bangsa yang penuh kepalsuan, manipulasi dan
kriminalisasi. Kekayaan menjadi cita-cita bersama, namun hanya segelintir yang
berhak mendapatkannya. Amanah kepemimpinan telah mewujud alat penjajahan,
menindas rakyatnya sendiri. Semakin berkuasa semakin kuat, semakin banyak yang
teraniaya dan menderita. Minoritas itu telah menjadi tirani atas mayoritas,
tampil seolah-olah terdzolimi menjual identitas suku, ras, agama dan golongan.
Padahal yang sedikit itulah faktanya imperium dan kolonialis yang mengelabui
republik dengan penguasaan demokrasi dan konstitusi.
Tangis, jeritan dan histeria masyarakat tak ada lagi tempat
berlindung. Kemiskinan dan kebodohan telah menjadi penjara dunia paling aman
sekaligus paling mengerikan dari serbuan manusia-manusia buas yang berseragam
sembari menyandang keagungan sosial. Tak ada lagi pemimpin, aparat dan
institusi negara. Sulit sekali mencari pemerintah dan ulama yang sebenarnya.
yang mudah ditemui hanya Tuan dan Budak. Hanya ada hamba sahaya penurut dan
loyal yang hidup mesra melayani majikan yang kesetanan.