Joko Widodo, Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Pranowo dalam Rakernas PDIP di JICC Kemayoran beberapa waktu lalu/Ist
JAKARTA — Pemecatan Joko Widodo (Jokowi)
dari kader Banteng bukan sekadar masalah kode etik partai, tetapi sesuatu yang
jauh lebih besar bagi masa depan demokrasi di Indonesia.
Peneliti politik senior Profesor Ikrar Nusa Bhakti
mengatakan, Jokowi telah merusak tatanan demokrasi di Indonesia. Karena itu,
sebagai parpol yang mengakomodir Jokowi, PDIP tak ingin namanya tercoreng
gara-gara kesalahan kader banteng tersebut.
“Kalau kita lihat dari sisi PDIP, itu kerusakan dalam
demokrasi Indonesia di era terakhir Jokowi, yang saya katakan misalnya
bagaimana merekayasa hukum untuk anaknya, merekayasa juga undang-undang putusan
MA untuk Kaesang, itu macam-macam,” kata Prof. Ikrar kepada Kantor Berita
Politik dan Ekonomi RMOL, Selasa, 17 Desember 2024.
Ia menuturkan pada poin ke tujuh dalam surat keputusan
pemecatan Jokowi disebutkan bahwa telah melanggar AD/ART partai tahun 2019
serta kode etik dan disiplin partai dengan melawan secara terang-terangan
terhadap keputusan DPP Partai terkait dukungan capres dan cawapres yang diusung
PDIP.
“Anda tahu lah bagaimana kemudian dia, masak seorang anggota
partai, saya beri contoh dia menghancurkan konstitusi kita dengan menggunakan
MK, dan dia memajukan orang yang tidak didukung PDIP, kemudian dia mendukung
Prabowo-GIbran sementara yang dimajukan PDIP itu Ganjar,” jelasnya.
Terlebih, lanjut Prof Ikrar, pada saat Rakernas PDIP, Jokowi
seolah mendukung Ganjar, tapi kenyataannya Jokowi malah mendukung
Prabowo-Gibran. Tentunya hal itu dianggap sebagai pelanggaran berat oleh
partai.
“Kalau dilihat dari sisi Rakernas, dia bilang saya sudah
bisik-bisik ke Pak Ganjar, kalau terpilih menjadi Presiden akan langsung tugas
untuk menjadikan Indonesia swasembada pangan, padahal Ganjar tahu dia tidak
mendukung Ganjar, tapi mendukung Prabowo,” tutupnya. (*)