Emrus Sihombing/Ist
JAKARTA – Pesan politis yang disampaikan Menteri Perumahan dan Kawasan
Permukiman, Maruarar Sirait melalui kalimat 'jangan bangunkan singa yang sedang
tidur' mendapat kritikan dari Komunikolog Indonesia, Emrus Sihombing.
Menurut Emrus, gaya komunikasi tersebut menyampaikan pesan
yang menakut-nakuti masyarakat dan menunjukkan arogansi politik. Sesuatu yang
menurutnya akan membuat masyarakat menjauh dari pemerintah.
“Kesombongan politik seperti ini justru membuat rakyat
menjaga jarak dan bahkan semakin jauh dari aktor politik yang bersangkutan,”
katanya, Minggu 1 Desember 2024.
Sebelumnya, Maruarar Sirait menilai dukungan terbuka yang
disampaikan oleh Anies Baswedan buat Pramono Anung-Rano Karno bak membangunkan
dua macan tidur. Menurut Maruarar, dukungan Anies telah “menyenggol” Joko
“Jokowi” Widodo dan Presiden Prabowo Subianto.
“Sekarang, sudah susah lagi dengan adanya Anies. Macan
tidurnya itu yang selama ini tenang-tenang, namanya Jokowi dan Prabowo,” ujar
pria yang akrab disapa Ara tersebut.
Emrus menilai ada berbagai macam pesan komunikasi politik
dalam suatu kontestasi politik. Satu diantaranya, bentuk pesan yang
menakut-nakuti rakyat atau bisa juga dimaknai sebagai kesombongan politik dari
orang yang melontarkan pesan tersebut.
Padahal, saat pesan dilontarkan situasi politik sedang tidak
ada sama sekali yang perlu ditakuti oleh masyarakat termasuk takut terhadap
orang yang melontarkan pesan tersebut.
Menurut Emrus, pesan kesombongan politik tersebut justru
membuat rakyat menjaga jarak dan bahkan semakin jauh dari aktor politik yang
bersangkutan. Akibatnya, rakyat menjadi tidak setuju atau menolak sama sekali
gagasan, termasuk tidak mendukung kehendak politik dari aktor politik tersebut.
“Padahal, di negara yang berdasarkan Pancasila, pesan komunikasi politik tersebut tidak perlu terlontar ke ruang publik sebagai pesan yang serius. Pancasila mengajarkan tentang keberadaban sebagaimana tertuang pada Sila Kedua Pancasila yaitu, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Artinya, setiap pesan komunikasi yang disampaikan ke ruang publik harus berbasis pada kemanusiaan dan keberadaan,” pungkasnya. (rmol)