Hakim MK Saldi Isra saat sidang putusan gugatan uji materi batas usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10)
JAKARTA — Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra
dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) atas dugaan
pelanggaran kode etik. Laporan itu dilayangkan perwakilan Sahabat Konstitusi
yang menuding Saldi Isra memiliki afiliasi politik dengan Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP) sebelum memutus perkara terkait batas usia calon
presiden dan wakil presiden pada Oktober 2023.
Pelapor Andi Rahadian mengungkapkan, satu bulan menjelang
putusan, Saldi Isra dicalonkan sebagai calon wakil presiden oleh DPD PDIP
Sumbar bersama Puan Maharani. Selain itu, dalam pendapat berbeda (dissenting
opinion) atas putusan perkara nomor 90/PUU-XXI-2023, Saldi Isra diduga telah
membocorkan hasil rapat pertimbangan hakim yang bersifat rahasia.
"Beliau membocorkan rapat permusyarawatan hakim yang
notabene rahasia dan beliau menyampaikannya di putusan 90. Nah,
interest-interest politik beliau juga muncul di dalam dissenting
opinion-nya," kata Andi, Rabu (21/2/2024).
Menanggapi laporan ini, MKMK telah memeriksa Saldi Isra dan
menyatakan bahwa tidak ditemukan pelanggaran kode etik dalam tindakannya. MKMK
memutuskan bahwa Saldi Isra tidak terbukti terlibat dalam afiliasi politik
dengan PDIP atau melakukan pelanggaran lainnya yang dituduhkan.
"Sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di
gedung Mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar 6,5 tahun yang lalu, baru
kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh
dari batas penalaran yang wajar Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya
dalam sekelebat," kata Saldi dalam sidang pada 16 Oktober 2023.
"Apakah Mahkamah pernah berubah pendirian? Pernah,
tetapi tidak pernah terjadi secepat ini, di mana perubahan terjadi dalam
hitungan hari," ujarnya lagi. (fajar)