JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih enggan mengeluarkan
status daftar pencarian orang (DPO) untuk Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel)
Sahbirin Noor. Seperti diketahui, Sahbirin Noor dilaporkan hilang setelah
ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek di Dinas PUPR Kalimantan
Selatan.
"Sejauh ini seperti yang disampaikan oleh rekan-rekan
dari penyidik bahwa kita sedang mencarinya, kan sudah diterbitkan juga surat
perintah penangkapan dan lain-lain, dan seperti itu kan," kata Direktur
Penyidikan (Dirdik) KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung ACLC KPK, Jalan HR Rasuna
Said, Jakarta Selatan, Rabu (6/11).
Ia mengaku, penyidik KPK tengah berupaya mencari Sahbirin
Noor. Namun, memang sampai saat ini belum membuahkan hasil.
"Sudah proses mencari, kita sedang mencari. Tim juga
sedang mencari di sana (Kalimantan Selatan)," ucap Asep.
Ia meyakini, Sahbirin Noor sampai saat ini masih berada di
Indonesia. KPK juga telah berkoordinasi dengan pihak Imigrasi tidak ditemukan
perlintasan orang terkait Sahbirin Noor.
"Sejauh ini kita yakin yang bersangkutan itu masih ada
di Indonesia, karena kita sudah melakukan pencegahan ya, sudah menerbitkan
pencegahan," tegas Asep.
Meski demikian, Asep mengaku pihaknya akan membatasi untuk
kemudian menerbitkan status DPO terhadap Sahbirin Noor.
"Kemudian nanti setelah waktu tertentu kita akan
pencarian kita sudah menganggap ini bisa pergi ke mana gitu ya, ke luar negeri
ke mana ya kita akan lakukan upaya berikut," ujar Asep.
Tim juru bicara KPK Budi Prasetyo sebelumnya menyatakan,
pihaknya telah mencari keberadaan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin
Noor ke beberapa lokasi. KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi
yang diduga merupakan tempat persembunyiannya, antara lain di kantor, rumah
dinas, maupun rumah pribadinya.
"Sampai saat ini SHB tidak dalam status tahanan, namun
SHB selaku Gubernur Kalimantan Selatan tidak melakukan aktivitas sehari-hari di
kantor sebagaimana tugas dan tanggungjawabnya," urai Budi.
Budi menduga, Sahbirin Noor telah melarikan diri atau kabur
setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT), pada Minggu, 6 Oktober
2024.
"KPK juga telah menerbitkan Surat Perintah Penangkapan
dan larangan bepergian Ke luar negeri atas nama Sahbirin Noor per tanggal 7
Oktober 2024," tegas Budi.
Lebih lanjut, Budi menekankan praperadilan yang dilayangkan
Sahbirin Noor ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan seharusnya tidak dapat
diterima. Hal itu lantaran Sahbirin Noor telah melarikan diri dan tidak
diketahui keberadaannya.
"Sehingga permohonan praperadilan yang diajukan oleh
pemohon SHB harus dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Praperadilan,
sebagaimana ketentuan SEMA No. 1/2018," tutur Budi.
Dalam kasusnya, KPK menetapkan total tujuh orang sebagai
tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara
negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalsel tahun 2024-2025.
Sebagai penerima yaitu Sahbirin Noor, Kepala Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemprov Kalsel Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta
Karya sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pemprov Kalsel Yulianti Erlynah
(YUL), Pengurus Rumah Tahfidz Darussalam sekaligus pengepul uang atau fee Ahmad
(AMD) dan Plt. Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean
(FEB).
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau
Pasal 11 dan/atau Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi yakni, Sugeng Wahyudi (YUD) dan
Andi Susanto (AND) selaku pihak swasta disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1
huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (jawapos)