Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2014-2016, Muhammad Said Didu
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2014-2016,
Muhammad Said Didu, masih menjalani pemeriksaan di Polda Tangerang hingga
Selasa malam, 19 November 2025. Padahal, pemeriksaan sudah dilakukan sejak
siang tadi.
Tim kuasa hukum Muhammad Said Didu, Gufroni membenarkan
kliennya masih menjalani pemeriksaan hingga pukul 18.40 WIB.
"Masih-masih, ini masih pemeriksaan," kata Gufroni
kepada RMOL, Selasa, 19 November 2024.
Pemeriksaan terhadap Said Didu telah dimulai sejak siang
hari. Artinya sudah lebih dari 6 jam Said Didu diperiksa.
"Dari jam 11 siang masuk, cuma mulainya sih habis
zuhur," terang Gufroni.
Said Didu dilaporkan terkait dugaan penyebaran berita bohong
atau penyebaran informasi yang sifatnya menghasut dan menimbulkan kebencian
terkait proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Tangerang,
Banten.
Buntut laporan itu, berbagai organisasi advokasi mengecam
keras upaya kriminalisasi terhadap Said Didu.
"Tim advokasi yang terdiri dari berbagai organisasi
advokasi/bantuan hukum, kantor hukum, dan individu advokat mengecam keras upaya
kriminalisasi terhadap Said Didu," tulis Tim Advokasi Korban Penggusuran
yang berisi 200 aktivis dan tokoh nasional, serta 6 kantor hukum dalam surat
pernyataannya, pada Senin, 18 November 2024.
Enam kantor hukum yang akan mengadvokasi Said Didu adalah
Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Pengurus Pusat Muhammadiyah,
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Jakarta, Themis Indonesia, AMAR Law Firm, dan Perhimpunan Bantuan Hukum
Indonesia (PBHI).
Dijelaskan dalam surat tersebut, perbuatan Said Didu membantu
warga pesisir Tangerang yang tergusur PSN PIK 2 merupakan bentuk penegakan
konstitusional. Tetapi, Said Didu justru dilaporkan atas dugaan pelanggaran UU
ITE.
"Negara wajib melindungi hak konstitusional warga negara
dan menghentikan upaya kriminalisasi terhadap Said Didu. Pasal 28E ayat (3) UUD
1945 berbunyi, 'Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat'," imbuh keterangan tim advokasi ini. (rmol)