Ilustrasi Proyek Pengembangan PIK 2 (Foto: bisnistoday)
JAKARTA – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
Anthony Budiawan menyatakan bahwa Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah
Kapuk (PIK) 2 melanggar berbagai peraturan perundang-undangan. Ia mengatakan
bahwa penetapan PSN PIK 2 tidak sesuai dengan prosedur dan persyaratan.
"Penetapan PSN harus ada prosedur dan persyaratannya.
Pertama, ada penyelundupan hukum, PSN seolah-olah bukan untuk kepentingan umum,
sehingga tidak perlu ada kajian strategis dalam hal pengalihan fungsi lahan.
Kalau PSN bukan untuk kepentingan umum, jadi untuk siapa, apakah untuk orang
perorangan?," tutur Anthony kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta,
Rabu (20/11/2024).
Anthony juga menyoroti diksi 'strategis' dan 'nasional', yang
tak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Faktanya, proyek tersebut bukan untuk
kepentingan umum, melainkan hanya untuk mengusir rakyat dari tempat tinggal
yang sudah turun menurun sejak nenek moyang mereka.
Ia mengingatkan, merujuk pada UU Cipta Kerja Pasal 173 ayat
(1) yang tidak menyebut PSN bisa diselenggarakan oleh badan usaha swasta.
Kewenangan pengelolaan yang diberikan kepada raksasa properti Agung Sedayu
Group milik pebisnis Sugianto Kusuma alias Aguan, jelas mengangkangi aturan.
Dijelaskan Anthony, pasal tersebut menyebut secara eksplisit,
PSN bagi proyek strategis nasional dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD).
"Pasal ini menutup kemungkinan PSN diberikan kepada
swasta. Pengaturan teknis UU Cipta Kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah
(PP) tentang Kemudahan PSN. Pasal 2 ayat (2) PP memasukkan unsur Badan Usaha
bisa mendapat fasilitas Kemudahan PSN, menyimpang dari Pasal 173 UU Cipta Kerja
tersebut, yang dilakukan secara sadar dan sengaja," ucap dia.
Kemudian, lanjut dia, ada pula Pasal 2 ayat (4) mengatur,
hanya Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah saja yang mendapat
Kemudahan Pengadaan: Badan Usaha tidak mendapat Kemudahan Pengadaan.
"Untuk PSN PIK 2, menteri mana yang koordinasi?," kata dia.
Sementara itu, pada Pasal 3 ayat (2) mewajibkan, status PSN
hanya bisa ditetapkan berdasarkan pengajuan usulan, baik oleh menteri/kepala
lembaga/kepala daerah atau badan usaha, kepada Menteri, dan Menteri wajib
melakukan evaluasi.
"Pertanyaannya, siapa yang mengajukan status PSN PIK 2
(dan juga BSD), kepada menteri mana, dan apakah sudah ada hasil
evaluasinya?" ujar Anthony tegas.
Terakhir, tutur Anthony, pengusiran warga dari tempat
tinggalnya dengan mengatasnamakan PSN, dan pemaksaan warga untuk menjual rumah
dan lahan tempat tinggalnya, melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
"Hal ini sebagaimana telah diatur di Pasal 28H ayat (4),
yang berbunyi 'Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun',"
tutur Anthony.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah elemen masyarakat hingga
mahasiswa turun ke jalan melakukan aksi protes menolak pengembangan Proyek
Strategis Nasional (PSN). Salah satu perwakilan masyarakat yang tergabung dalam
Perkumpulan Rakyat Banten, menyatakan menolak tanah Banten untuk digusur maupun
dibeli dengan harga yang murah oleh perusahaan Aguan selaku pengembang PSN PIK
2.
Dia menyebut proyek ini adalah hasil manipulasi oligarki
dengan penguasa terdahulu. "Padahal itu adalah proyek swasta yang
dilegalisasi sebagai PSN artinya proyeknya ini hasil manipulasi oleh rezim
sebelumnya," ucapnya di kawasan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Selasa
(19/11/2024).
Sejumlah spanduk dengan beragam pesan pun di bentangkan. Di
antaranya, 'Rakyat Banten Siap Mempertahankan Tanah Leluhur Sampai Titik
Penghabisan', '19 November 2024 Hari Perlawanan Rakyat pada Aguan' hingga
spanduk beruliskan 'Tangkap dan Adili Aguan", "Indonesia Akan Kami
Jaga Sampai Titik Darah Penghabisan". (*)