Gedung Pertamina
JAKARTA – Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim
Polri telah menetapkan Direktur Utama PT.Pertamina (Persero) periode 2012-2014,
Luhur Budi Djatmiko, sebagai tersangka kasus pembelian tanah oleh PT.Pertamina
(Persero) di Kompleks Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan. Pembelian
ini diduga sebagai kasus korupsi.
Lahan yang dibeli sebanyak 4 bidang tanah, terdiri dari 23
bidang tanah dengan luas 48.279 meter persegi pada tahun 2013-2014. Pembelian
dilakukan dari PT SP dan PT BSU.
"Pada hari Selasa tanggal 5 November 2024, penyidik
Dittipidkor Bareskrim Polri telah melakukan gelar perkara penetapan tersangka
dan seluruh peserta gelar telah sepakat terhadap saudara LBD selaku Direktur
Umum PT Pertamina (Persero) Tahun 2012 sampai dengan 2014, ditetapkan sebagai
tersangka," kata Wadirtipikor Barekrim Polri Kombes Arief Adiharsa dalam
keterangan tertulis, Rabu (6/11).
Kasus ini diselidiki berdasarkan laporan polisi (LP) nomor:
LP/250/II/2018/Bareskrim, tanggal 19 Februari 2018, dilanjutkan dengan surat
pemberitahuan dimulainya penyidikan Nomor: SPDP/05/II/2018/ Tipidkor, tanggal
19 Februari 2018. Lalu, surat perintah penyidikan nomor:
Sprin.Sidik/04.a/I/2023/Tipidkor, tanggal 9 Januari 2023; surat perintah
penyidikan nomor: Sprin.Sidik/18.a/IV/2024/Tipidkor, tanggal 18 April 2024; dan
laporan hasil pemeriksaan investigatif atas pembelian tanah yang berlokasi di
Komplek Rasuna Epicentrum Kuningan Jakarta Selatan pada PT Pertamina (Persero)
Nomor: 57/LHP/XXI/10/2024, tanggal 15 Oktober 2024.
Kasus ini bermula dari penyusunan anggaran dalam Rencana
Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Pertamina (Persero) Tahun 2013 dengan
nilai sebesar Rp 2,07 triliun. Dana tersebut akan dibelikan kepada tanah di
kawasan Rasuna Epicentrum.
Tanah itu dibeli untuk pembangunan Gedung Pertamina Energy
Tower (PET) sebagai perkantoran PT Pertamina (Persero) serta seluruh anak
perusahaannya. Pada Juni 2013 sampai Februari 2014, Pertamina telah melakukan
pembelian tanah sebanyak empat lot. Terdiri dari 23 bidang tanah dengan total
luas sebesar 48.279 meter.
Harga tanah ini ditetapkan oleh PT SP dan PT BSU seharga Rp
35 juta per meter persegi. Nilai itu di luar pajak dan jasa Notaris-PPAT yang
totalnya sebesar Rp 1.682.035.000.000.
"Bahwa di dalam proses pembelian tanah yang dilakukan
oleh PT Pertamina, diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum," imbuh
Arief.
Luhur dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana
telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. (jawapos)