South China Morning Post (SCMP), media terkemuka asal China, turut mengangkat berita Tom Lembong dan menyoroti kemungkinan adanya unsur politisasi di balik penangkapannya
JAKARTA – Penangkapan mantan Menteri Perdagangan RI, Tom Lembong, telah
menjadi sorotan publik, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di media
internasional.
South China Morning Post (SCMP), media terkemuka dari China,
juga meliput berita tersebut dan menyoroti kemungkinan ada unsur politik di balik
penangkapan Tom Lembong.
SCMP merilis artikel dengan judul provokatif, "Is
Indonesia’s Prabowo playing ‘constitutional hardball’ by arresting Widodo
critic?" atau "Apakah Prabowo di Indonesia bermain ‘constitutional
hardball’ dengan menangkap kritikus Widodo?" Frasa ‘constitutional
hardball’ merujuk pada strategi eksploitasi konstitusi oleh pihak tertentu
untuk kepentingan kelompoknya.
Dalam paragraf pembuka artikel tersebut, SCMP menyebutkan
bahwa penangkapan Tom Lembong memicu perhatian besar, terutama karena ada
kekhawatiran bahwa penangkapan ini bertujuan untuk menyasar para pengkritik
pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Beberapa analis bahkan menyebut bukti yang mendasari
penangkapan Lembong masih belum cukup kuat, sehingga memunculkan persepsi
adanya pemaksaan dalam proses hukum tersebut.
Nicky Fahrizal, seorang analis politik, turut memberikan
pandangannya dalam wawancara dengan SCMP. Ia menyatakan, “Melihat kasus Tom
Lembong, tren penggunaan alat hukum terhadap lawan politik menjadi lebih nyata,
terutama jika tuduhan diajukan tanpa bukti yang kuat. Saat ini, masih ada
ambiguitas dalam tuduhan korupsi terhadapnya.”
Tak hanya Nicky, Indonesian Corruption Watch (ICW) juga turut
angkat bicara. Mereka menyebutkan bahwa Kejaksaan Agung hingga kini belum
memberikan bukti yang memadai untuk mendukung penangkapan Lembong.
Sikap ICW ini memperkuat kekhawatiran akan adanya penggunaan
hukum sebagai alat politik, terutama menjelang pemilihan umum.
Sorotan dari media internasional seperti SCMP ini menambah
panas perdebatan publik terkait kasus Tom Lembong dan memunculkan pertanyaan
lebih besar mengenai integritas proses hukum di Indonesia. (fajar)