Tom Lembong saat ditahan Kejaksaan/Ist
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Sari Yuliati menilai tidak ada
pelanggaran atau unsur perbuatan melawan hukum dalam kasus yang menjerat mantan
Menteri Perdagangan Tom Lembong sebagai tersangka dugaan korupsi impor gula.
Hal itu disampaikan Sari Yuliati dalam Rapat Kerja dengan
Jaksa Agung Republik Indonesia, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu
(13/11/2024) kemarin. Sari Yuliati bahkan memberikan penjelasan panjang lebar
terkait proses penerbitan izin impor gula yang terbit pada 2015 dan 2016.
"Tadi disebutkan pak Hinca, kasus ini menimbulkan
spekulasi masyarakat, kasus ini sarat dengan kepentingan politik," ujar
Sari Yuliati di hadapan Jaksa Agung, ST Burhanuddin.
Menurutnya, izin tersebut dikeluarkan berdasarkan peraturan
yang berlaku pada waktu itu. Sari menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran hukum
yang dapat dibuktikan dalam penerbitan izin impor gula oleh Tom Lembong.
"Jika dilihat dari waktu penerbitan izin oleh Tom
Lembong yaitu 2015 dan 2016, maka tentu ada dua peraturan yang berlaku,"
lanjutnya.
Pertama, kata Sari Yuliati, untuk izin impor gula diterbitkan
pada 2015, yang berlaku adalah Kepmen Perindag nomor 527/2004 Pasal 2 ayat 2.
"Diatur bahwa gula kristal mentah dapat diimpor oleh
perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai importir produsen gula,"
tukasnya.
Lanjut Sari Yuliati, pada Pasal 4 ayat 1, untuk izin impor
yang menerbitkan adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perindustrian
dan Perdagangan.
Adapun Pasal 2 ayat 4, menyebutkan gula kristal mentah yang
diimpor tersebut setelah diolah hasilnya dapat dijual atau didistribusikan
kepada industri.
"Kalau memang berhenti di sini, bisa dibilang Tom Lembong
melanggar peraturan. Tetapi di Pasal 23 menyatakan bahwa pengecualian terhadap
ketentuan dalam keputusan ini hanya dapat ditetapkan oleh Menteri,"
sebutnya.
Sari Yuliati juga memberikan gambaran mengenai alasan
pemerintah menerbitkan izin impor gula.
Dikatakannya, harga gula yang tinggi membebani masyarakat,
khususnya yang kurang mampu.
"Saya memberikan ilustrasi, dikarenakan harga gula cukup
tinggi dan membebani masyarakat, khususnya yang kurang mampu," ucapnya.
Sebagai tindak lanjut dari MoU antara KASAD dan Menteri
Perdagangan pada 2013, kata Sari Yuliati, induk koperasi Angkatan Darat
(Inkopkar) meminta izin kepada Menteri Perdagangan untuk melaksanakan operasi
pasar dengan tujuan menstabilkan harga gula.
"Kemudian disetujui dalam pelaksanaannya Inkopkar dapat
bekerjasama dengan produsen dalam negeri atau beberapa perusahaan dalam
negeri," Sari Yuliati menuturkan.
Tambahnya, beberapa perusahaan tersebut kemudian mengajukan permohonan kepada Menteri Perdagangan agar diberikan izin mengimpor gula kristal mentah yang diolah menjadi gula kristal putih.
"Lalu didistribusikan kepada masyarakat di bawah harga
pasar. Karena tujuannya memang untuk menstabilkan harga," imbuhnya.
Dengan alasan tersebut, Sari Yuliati berpendapat bahwa
penerbitan izin impor oleh Menteri Perdagangan saat itu sah dan sesuai dengan
peraturan yang ada.
"Jadi di sini bisa juga kita lihat bahwa
perusahaan-perusahaan tersebut tidak sekadar mencari untung tapi ada juga rasa
nasionalisme mereka untuk membuat stabilitas nasional," cetusnya.
"Izin impor yang biasanya diterbitkan Dirjen dalam hal
ini diterbitkan oleh Menteri sebagai wujud pelaksanaan pasal 23 tadi,"
sambung dia.
Sari Yuliati bilang, perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pengimporan gula tidak melanggar ketentuan yang ada, meskipun penerbitan izin impor tersebut melibatkan pihak yang memiliki hubungan dengan sektor militer.
"Di sini menimbulkan pertanyaan buat saya, penerbitan
izin impor tersebut melanggar ketentuan atau peraturan yang berlaku atau tidak?
Kalau melanggar, di mana letak pelanggarannya? Menurut Pasal 23 membolehkan pak
Menteri melakukan hal itu," tegasnya. (fajar)