Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata
KPK menilai tidak adil adanya
larangan bertemu atau berkomunikasi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam
perkara tersebut. Sementara itu, Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya tidak
demikian.
Demikian disampaikan Wakil Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata terkait permohonan uji materiil
Pasal 36 dan 37 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (KPK) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Alex mengatakan, JR yang diajukannya
bersama 2 pegawai KPK lainnya adalah untuk mewakili pimpinan saat ini dan yang
akan datang. Selain itu, juga untuk kepentingan insan KPK secara keseluruhan.
"Jangan ada keraguan sedikit pun
dalam memaknai pasal UU oleh penegak etik maupun penegak hukum," kata Alex
kepada wartawan, Kamis, 7 November 2024.
Selain itu, lanjut dia, JR yang
diajukannya itu juga bertujuan agar ada perlakuan yang sama antar APH.
"Larangan bertemu/berkomunikasi
dengan pihak berperkara hanya berlaku untuk insan KPK, tapi aparat penegak
hukum yang lain tidak ada masalah ketika pimpinannya bertemu dengan pihak yang
berperkara. Ini tidak adil dan diskriminatif," tegasnya.
Alex menjelaskan, dirinya setuju jika
konteks pertemuan atau hubungan atau komunikasi dengan pihak berperkara di
dalam Pasal 36 dan 37 UU KPK ditambahkan frasa "ketika menimbulkan konflik
kepentingan dan terganggunya penanganan perkara hukum, baik etik maupun
pidana”.
"Apalagi jika hubungan/komunikasi
yang dilakukan para pihak mendapat keuntungan atau manfaat," pungkas Alex.
Permohonan JR itu telah didaftarkan
ke MK pada Senin, 4 November 2024. Para pihak yang mengajukan permohonan JR
adalah, Alexander Marwata, Lies Kartika Sari selaku Auditor Muda KPK, dan Maria
Fransiska selaku Pelaksana pada Unit Sekretariat Pimpinan KPK. (rmol)