Sekretaris Jenderal relawan Pasukan Bawah Tanah (Pasbata) Jokowi, Sri Kuntoro Budiyanto
SANCAnews.id – Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan secara jelas
menyebutkan bahwa lambang negara adalah Garuda Pancasila. Namun, ternyata masih
banyak pihak yang keliru menganggap kepala negara, dalam hal ini Presiden dan
Wakil Presiden, juga sebagai lambang atau simbol negara.
Terbaru adalah Relawan Pasukan Bawah Tanah Jokowi. Kelompok
yang mengaku simpatisan Presiden Joko Widodo atau Jokowi beserta keluarganya
itu melaporkan Roy Suryo karena dianggap telah menghina Gibran Rakabuming Raka.
Mereka tak terima karena Gibran merupakan simbol negara.
“Karena Mas Gibran ini lambang negara, mau dilantik. Jadi
kita sebagai Pasukan Bawah Tanah Jokowi harus siap melindungi,” kata Sekretaris
Jenderal Pasbata Jokowi, Sri Kuntoro Budianto, yang ditemui di Bareskrim Mabes
Polri pada Jumat, 27 September 2024.
Adapun pakar telematika itu dipolisikan ke Bareskrim Polri
dengan tudingan dugaan penyebaran berita bohong, setelah menyebut akun Kaskus
bernama Fufufafa adalah milik Wakil presiden terpilih sekaligus putra sulung
Jokowi tersebut. Akun tersebut memiliki jejak digital buruk lantaran acap
melontarkan komentar sadis kepada keluarga Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel,
memperingatkan bahwa upaya mengganti atau mengubah lambang negara Indonesia,
Garuda Pancasila, bukan hanya tindakan yang bertentangan dengan hukum, tapi
juga bisa berujung pada sanksi pidana. Hal ini disampaikan merespons rencana
Pasukan Bawah Tanah Jokowi (Pasbata) yang akan menggeruduk Bareskrim Polri
terkait laporan mereka atas Roy Suryo.
"Ngilu plus ngeri kalau hari ini ada yang mengganti
lambang negara," katanya dalam keterangan tertulis pada Sabtu malam, 5
Oktober 2024. Dia menekankan pentingnya menjaga simbol negara, sebagaimana
diatur dalam Pasal 36A UUD 1945 yang menyebutkan bahwa lambang negara Indonesia
adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Menurut penjelasan UU Nomor 24 Tahun 2009, “Bendera Negara
Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara Garuda Pancasila, dan Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya merupakan jati diri bangsa dan identitas Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Keempat simbol tersebut menjadi cerminan
kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain dan menjadi
cerminan kemandirian dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan Makmur".
Berikut sederet pihak yang salah kaprah menyebut presiden
maupun wakil presiden adalah lambang atau simbol negara:
1. Jusuf Kalla
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla atau JK juga
pernah menyebut presiden adalah lambang negara, sehingga tidak boleh dihina.
Pernyataan JK ini disampaikan saat dirinya menjabat sebagai wakil presiden
pendamping Jokowi. Kala itu, ia menanggapi soal pembahasan Pasal Penghinaan
Presiden, yang tengah dibahas dalam RKUHP
“Presiden juga lambang negara, kalau Anda menghina lambang
negara kan berarti secara keseluruhan orang bisa masalah. Itu jangan
dibandingkan di Thailand. Menghina anjingnya raja Anda bisa dihukum. Kita tidak
kan,” ucap JK di wakil presiden, Jakarta, Selasa, 6 Februari 2018 silam.
2. Rektorat Universitas Indonesia
Rektorat Universitas Indonesia (UI) pada Ahad, 27 Juni 2021
memanggil 10 mahasiswa yang dianggap terlibat dalam terbitnya poster “Jokowi:
King of Lip Service”. Poster itu diunggah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI di
akun media sosialnya sehari sebelumnya.
Unggahan itu berisi sindiran bernada kritik terhadap Presiden
Jokowi. BEM UI menilai ucapan Jokowi sering kali berbanding terbalik dengan
realitas, antara lain soal kerinduannya didemo, keinginannya agar revisi UU ITE
memenuhi rasa keadilan, dan janji penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi atau
KPK.
Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI,
Amelita Lusia, mengonfirmasi pemanggilan itu. Menurut dia, pemanggilan
merupakan bagian dari pembinaan kemahasiswaan di UI. Dalam keterangannya,
Rektorat UI menyampaikan bahwa Presiden RI adalah simbol negara.
“Hal yang disampaikan BEM UI dalam postingan meme bergambar
Presiden Republik Indonesia yang merupakan simbol negara, mengenakan mahkota
dan diberi teks Jokowi: The King of Lip Service.... bukanlah cara menyampaikan
pendapat yang sesuai aturan yang tepat,” kata Amelita.
3. Kepolisian
Pada medio Agustus 2021 lalu viral soal mural dengan tampilan
wajah mirip Presiden Jokowi bertulisan ‘404: Not Found’ di bagian mata. Mural
itu ada di Batuceper, Kota Tangerang, Banten. Polisi kemudian memburu pembuat
mural ‘Jokowi 404: Not Found’ itu. Langkah itu didasari oleh pengertian bahwa
presiden adalah lambang negara.
“Tetap dilidik (selidiki) itu perbuatan siapa. Karena
bagaimanapun, itu (presiden) kan lambang negara, ya,” kata Kasubbag Humas
Polres Tangerang Kota Kompol Abdul Rachim saat dihubungi wartawan, Jumat, 13
Agustus 2021.
Menurut Rachim, tindakan pembuatan mural itu dianggap
menghina Presiden Jokowi. Untuk itu, Rachim mengatakan pihaknya akan jemput
bola dalam mengungkap pelaku.
“Banyak yang tanya tindakan aparat apa? Presiden itu panglima
tertinggi TNI-Polri, itu lambang negara. Kalau kita sebagai orang Indonesia,
mau pimpinan negara digituin? Jangan dari sisi yang lain kalau orang punya jiwa
nasionalis,” terang Rachim.
4. PDIP
Akademisi Rocky Gerung menyinggung mengenai langkah Presiden
Jokowi yang menurutnya pergi ke China untuk menawarkan Ibu Kota Nusantara (IKN)
pada Juli 2023 lalu. Dalam orasi yang tayang di YouTube Refly Harun tersebut,
dia menyebut juga kata-kata “b*jing*n” dan kata “t*l*l” yang dinilai sebagai
kata makian dan menghina presiden.
Akibat ucapannya itu, Rocky kemudian dilaporkan oleh Badan
Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPD PDI-P Banten kemudian melaporkan
Rocky Gerung ke Polda Banten pada Kamis, 3 Agustus 2023. Laporan itu terkait
ucapan Rocky yang dinilai telah menghina simbol negara.
“Pernyataan Rocky Gerung menurut hemat kami, mencoreng nama
baik, bukan hanya sosial. Tapi juga karakter bangsa, karena yang disebut-sebut
itu adalah simbol negara. Seorang Presiden,” kata Ketua BBHAR DPD PDI-P Banten
Tota Samosir.
5. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi atau MK juga pernah menyebut Presiden
Jokowi sebagai simbol negara. Pernyataan itu diungkapkan menanggapi permintaan
agar Presiden Jokowi dihadirkan di sidang sengketa Pilpres 2024.
Klaim ini disampaikan Hakim MK, Arief Hidayat kala menanggapi
usulan dari Kuasa hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD Todung Mulya Lubis untuk
menghadirkan Jokowi di sidang gugatan hasil Pilpres 2024.
Menurutnya, tidak elok memanggil Jokowi selaku kepala negara
dan kepala pemerintahan. Meski, pihak pemohon mendalilkan soal adanya cawe-cawe
Jokowi di Pilpres 2024.
“Kita memanggil kepala negara, Presiden RI kelihatannya
kurang elok. Karena presiden sekaligus kepala negara dan kepala pemerintahan,”
kata Arief Hidayat di ruang sidang MK, Jumat 5 April 2024.
Dia menuturkan, Jokowi bisa saja dihadirkan di MK jika
kapasitasnya hanya kepala pemerintahan. Namun, pada kenyataannya Jokowi adalah
presiden yang merupakan simbol negara, sehingga MK hanya meminta keterangan
para menteri.
“Kalau hanya sekadar kepala pemerintahan akan kita hadirkan
di persidangan ini tapi karena presiden sebagai kepala negara, simbol negara
yang harus kita junjung tinggi oleh semua stakeholder,” kata Arief Hidayat. (tempo)