Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Presiden terpilih Prabowo Subianto saat tiba di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2024)
SANCAnews.id – Presiden terpilih Republik
Indonesia, Prabowo Subianto selesai memanggil sejumlah nama calon menteri di
rumahnya di kawasan Kertanegara IV, Kebayoran, Jakarta, pada Senin dan Selasa
(14-15/10/2024).
Jumlah nama yang akan membantu Jokowi baik di kementerian
maupun lembaga sebanyak 107 orang. Ke-49 tokoh tersebut masing-masing merupakan
calon menteri dan 58 calon wakil menteri serta kepala lembaga di pemerintahan
mendatang. Jumlah tersebut dinilai sangat gemuk.
Terkait hal itu, sejumlah pengamat politik, pakar hukum,
hingga pegiat media sosial menyampaikan pandangan kritis dan mengingatkan
presiden terpilih.
"Kabinet Prabowo-Gibran diisi 107 orang?! WOW!! Ini sih
serius nunjukin kecenderungan pemborosan anggaran dan hrs diwaspadai. Alih-alih
fokus ke efektivitas dan efisiensi, eh kabinet malah membengkak! Ini justru
bisa jd beban berat buat APBN," tulis pegiat media sosial bercentang biru
di X, Tommy Shelby.
"Ini bener-bener keputusan yang tampaknya lebih
mentingin politik daripada kepentingan rakyat. Dalam situasi ekonomi yang masih
rentan, harusnya pengelolaan anggaran itu bijak dan fokus ke prioritas
pembangunan yang jadi perhatian utama. Kita patut mempertanyakan, apakah
kabinet besar ini benar-benar diperlukan atau sekadar ngakomodasi kepentingan
politik semata?" tanya Tommy, dikutip Rabu (16/10/2024).
Sementara itu, menurut Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri
Susanti, gemuknya kabinet pemerintahan Prabowo bakal timbulkan banyak
permasalahan.
"Menurut saya nggak bagus (Kabinet gemuk) karena
keberhasilan suatu pemerintahan tidak tergantung pada kuantitas menteri,"
kata Bivitri, beberapa waktu lalu.
Dia menerangkan bakal terjadi banyak permasalahan, dengan
banyaknya jumlah kabinet menteri di pemerintahan.
"Jadi kalau misalnya kemudian kementerian malah
dipecah-pecah. Jadi lebih banyak masalah, itu yang akan timbul,"
terangnya.
Selain itu dikatakannya, buat kementerian baru dan bongkar
kementerian butuh waktu yang lama untuk jadi stabil, minimal dua tahun.
"Itu semua akan membuat kementerian mungkin nggak jalan
dengan cepat untuk menjalankan portofolionya masing-masing," lanjutnya.
Kemudian, dikatakan Bivitri banyaknya jumlah menteri juga
akan memerlukan banyak anggaran.
"Nambah Kementerian pasti nambah anggaran yang banyak
padahal kita lagi kayak gini situasinya," tandasnya. (fajar)