Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel
SANCAnews.id – Pakar psikologi forensik Reza
Indragiri Amriel menyebut pemecatan Ipda Rudy Soik yang mengungkap kasus dugaan
mafia BBM di NTT sebagai ironi. Aparat penegak hukum dan organisasi kini
terlibat dalam pelanggaran itu sendiri.
Dari kacamata Polda NTT, menurut Reza, Rudy dinilai telah
melakukan pelanggaran pidana kepolisian. Bahkan pelanggaran pidana berat. Di
sisi lain, oleh Rudy, Polda dapat dikatakan telah melakukan obstruction of
justice, yakni mengganggu proses penyidikan yang tengah dilakukan Rudy saat
itu.
”Akibatnya, saya pun berhadapan dengan dilema. Pada satu
sisi, saya berharap institusi kepolisian memiliki standar etik yang sangat
tinggi,” ujar Reza.
Dengan standar seperti itu, menurut Reza, sanksi bagi
personel yang melakukan pelanggaran etik sudah sepatutnya seberat-beratnya. Itu
bisa menjadi penawar terhadap jagat politik nasional yang penuh sesak dengan
dinamika niretik.
Pada sisi lain, lanjut dia, tersedia alasan ilmiah bagi
terbangunnya spekulasi curtain code (CC). Yakni subkultur menyimpang yang
ditandai kebiasaan personel polisi menutup-nutupi kesalahan, pelanggaran,
bahkan kejahatan yang kolega lakukan.
”Kalau CC itu dijadikan sebagai pijakan berpikir, apa yang
Rudy lakukan berisiko membuat ambrol sindikat jahat yang ada di dalam lembaga
penegakan hukum, sehingga Rudy harus dilumpuhkan agar sindikat itu tidak
terbongkar,” tandas Reza.
”Jadi, dari dua kemungkinan police misconduct ataukah
obstruction of justice--saya semestinya percaya yang mana?” imbuh dia.
”Pelanggaran oleh oknum personel Polri ataukah indikasi
pelanggaran sistemik di Polda NTT?” tambah Reza.
Untuk mengujinya, dia menjelaskan, mungkin Rudy bisa mulai
dengan menempuh jalan perdata. Pengadilan negeri diharapkan bisa menjadi arena
laga yang netral. (jawapos)