Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) didampingi Plt Ketua OIKN Basuki Hadimuljono (kiri), Mensesneg Pratikno (kedua kiri), Seskab Pramono Anung (kempat kiri) dan dan Plt Wakil Ketua OIKN Raja Juli Antoni (kelima kiri) tiba untuk meresmikan Plaza Seremoni Sumbu Kebangsaan di Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, Rabu (14/8/2024)
SANCAnews.id – Managing Director Political
Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan tetap tak terima dengan
klaim Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut proyek Ibu Kota Negara (IKN)
merupakan kehendak rakyat.
Ia menegaskan, masalah IKN tidak bisa disederhanakan menjadi
'ini bukan proyek presiden'. Masalah IKN, menurutnya, adalah masalah perbuatan
melawan hukum, masalah pelanggaran Undang-Undang dan Konstitusi.
"Yang menyedihkan, Jokowi melakukan perbuatan melawan
hukum tersebut secara sengaja dan sangat terencana. Jokowi sangat sadar bahwa
UU IKN yang disahkan dan ditandatanganinya, pada 15 Februari 2022, merupakan UU
yang melanggar sejumlah UU dan Konstitusi," kata dia dalam keterangan yang
dilansir Inilah.com di Jakarta, dikutip Minggu (6/10/2024).
Pertama, kata Anthony, Jokowi dengan sengaja membentuk
Pemerintah Daerah baru untuk Ibu Kota Negara dalam bentuk otorita, yang
merupakan bagian dari pemerintah pusat, setara dengan kementerian atau lembaga,
tanpa ada DPR, di mana Kepala Daerah Otorita dinamakan Kepala Otorita, yang
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Hal ini melanggar Konstitusi Pasal 18 di mana Daerah di
Indonesia hanya bisa dalam bentuk Provinsi, kabupaten/kota, dengan
masing-masing daerah mempunyai DPRD, dengan masing-masing Kepala Daerah
dinamakan Gubernur, Bupati atau Walikota, yang dipilih secara demokratis
melalui pemilu.
Kedua, kata dia, Jokowi melanggar proses pembentukan sebuah
kota atau daerah, seperti diatur di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, pembentukan daerah baru wajib melalui Pemekaran atau
Penggabungan daerah, dan wajib mendapat persetujuan dari DPRD masing-masing
daerah yang dimekarkan atau digabungkan.
"Tetapi, Jokowi tidak melaksanakan semua prosedur itu.
Sebaliknya, Jokowi malah merebut alias aneksasi teritori (lahan) milik
pemerintahan daerah (Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Timur)
di Kalimantan Timur menjadi milik Pemerintah Pusat, melalui konsep
Otorita," tuturnya.
Sebagai konsekuensi, dia menambahkan, semua dana APBN yang
dikeluarkan tidak sah dan masuk kategori penyimpangan. Sehingga Presiden Jokowi
harus bertanggung jawab atas penyimpangan APBN tersebut.
"Selain itu, Jokowi juga memanipulasi fakta, atau menipu
rakyat Indonesia, dengan mengatakan, investor IKN sudah mengantri. Faktanya,
investor swasta dan asing nol besar," ujar Anthony.
Diketahui, saat Rakornas Baznas Tahun 2024 di Istana Negara
IKN, Rabu (25/9/2024), Jokowi menegaskan, keputusan pemindahan ibu kota negara
dari Jakarta ke Nusantara, sudah sesuai aturan. Dia mengklaim, proyek IKN di
Kaltim, sudah mendapat persetujuan dari seluruh rakyat Indonesia.
“Jadi ini bukan keputusan presiden saja, tetapi juga
keputusan seluruh rakyat Indonesia yang diwakili oleh seluruh anggota DPR yang
ada di Jakarta. Supaya jangan ada sebuah kekeliruan persepsi bahwa ini adalah
proyeknya Presiden Jokowi, bukan,” kata Jokowi. (*)