Koordinator KSST, Ronald Loblobly (tengah)
SANCAnews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
memastikan setiap perkembangan laporan masyarakat akan selalu disampaikan
kepada pihak pelapor. Termasuk terkait laporan dugaan tindak pidana korupsi
yang diduga dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi (JPM)
Republik Indonesia, Febrie Adriansyah.
Hal itu disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto
saat ditanya perkembangan laporan yang disampaikan Koalisi Sipil Selamatkan
Ranjau (KSST) ke KPK pada Mei 2024.
"Setiap laporan yang masuk akan ditindaklanjuti, dan
perkembangan terhadap pelaporan tersebut akan disampaikan kepada pelapor. Baik
itu permintaan data tambahan atau bila perkaranya sudah ditingkatkan ke tingkat
yang lebih lanjut," kata Tessa seperti dilansir RMOL, Rabu (2/10).
Sebelumnya pada Senin (27/5), KSST yang merupakan koalisi
gabungan dari beberapa organisasi masyarakat, seperti Masyarakat Anti Korupsi
Indonesia (MAKI), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Indonesia Police Watch
(IPW), dan praktisi hukum seperti Deolipa Yumara telah membuat laporan ke KPK.
Koordinator KSST, Ronald Loblobly mengatakan, pihaknya telah
membuat aduan masyarakat kepada KPK terkait indikasi dugaan korupsi yang
dilakukan terhadap lelang aset tambang PT Gunung Bara Utama yang dilakukan oleh
pihak Kejagung.
"Terlapornya Jampidsus, kemudian penilai aset PPA
Kejaksaan Agung juga, kemudian dari DJKN dan lainnya," kata Ronald kepada
wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi,
Jakarta Selatan, Senin siang (27/5).
Sementara dari berkas laporan, pihak-pihak yang dilaporkan
ada 4 orang, yakni Kepala Pusat PPA Kejagung RI selaku Penentu Harga Limit
Lelang berinisial ST; lalu Febrie Adriansyah selaku Jampidsus Kejagung RI dan
selaku pejabat yang memberikan persetujuan atas nilai limit lelang; pejabat
DJKN bersama-sama Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) selaku pembuat appraisal;
serta Andrew Hidayat, Budi Simin Santoso, Yoga Susilo yang diduga selaku
beneficial owner atau pemilik manfaat PT Indobara Utama Mandiri.
"Iya kerugian negara, ada kerugian negara terhadap aset
saham tersebut. Bahwa nilainya tidak sesuai dengan kerugian yang sudah terjadi
terhadap negara. Jadi kerugiannya itu kita taksir senilai Rp11 triliun, tapi
dilelang hanya kemudian senilai Rp1,9 triliun. Berarti ada indikasi kerugian
Rp9 triliun," pungkas Ronald.
Sementara itu, pengacara Deolipa Yumara mengatakan, terdapat
adanya persengkongkolan jahat dalam proses lelang barang rampasan benda sita
korupsi berupa 1 paket saham PT Gunung Bara Utama yang dimenangkan PT Indobara
Utama Mandiri dengan harga penawaran sebesar Rp1,945 triliun yang diduga
merugikan keuangan negara sekitar Rp9,7 triliun.
"Pemenang lelang ini adalah satu perusahaan yang baru
berdiri, belum sampai 5 bulan berdiri nih perusahaan, bahkan ketika ada
penjelasan lelang ini perusahaan baru berdiri 10 hari sebelumnya. Perusahaan
inilah kemudian yang memenangkan lelang," katanya.
"Sementara isi perusahaan ini kan uangnya belum ada,
tapi dia menang lelang. Dan peserta lelang cuma 1 peserta ini saja. Ini lah
yang diduga adanya kongkalikong dari proses lelang ini," sambung Deolipa
yang turut didampingi Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso. (*)