Tangkapan layar video 

 

SANCAnews.id – Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ferdinand Hutahean mengungkap dugaan keterlibatan Istana dalam pembubaran diskusi kebangsaan yang digelar di Kemang, Jakarta Selatan.

 

Seperti diketahui, diskusi tersebut melibatkan tokoh seperti mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Refly Harin, dan Said Didu.

 

Ferdinand mengatakan, apa yang terjadi terkait pembubaran pembahasan itu kemungkinan erat kaitannya dengan isu-isu yang mengemuka selama ini.

 

Ferdinand mengatakan, pembubaran pembicaraan tersebut erat kaitannya dengan isu besar yang belakangan mencuat, di antaranya isu gratifikasi Kaesang terkait jet pribadi, isu Blok Medan di Maluku Utara yang melibatkan Bobby dan Kahiyang.

 

"Pertama, terkait gratifikasi Kaesang, soal jet pribadi. Blok Medan di Maluku Utara yang melibatkan Bobby dan Kahiyang," kata Ferdinand seperti dilansir fajar.co.id, Sabtu (28/9/2024) malam.

 

Tidak lupa, kata Ferdinand, beberapa kontroversi yang sedang menerpa keluarga Jokowi. Termasuk soal Fufufafa yang dikaitkan dengan Gibran Rakabuming.

 

"Juga terkait banyak hal isu-isu yang sedang menerpa keluarga ini dan Gibran soal Fufufafa. Ini akan menjadi pembahasan dalam diskusi tersebut," sebutnya.

 

Dijelaskan Ferdinand, yang merasa terganggu atas diskusi itu tidak lain adalah pihak istana. Olehnya, ia menaruh curiga bahwa pembubaran itu dipesan oleh pihak istana.

 

"Saya menduga ini adalah order dari pihak istana. Tapi siapa dari istana yang memberikan order kepada kelompok tertentu ini," ucapnya.

 

"Kita tidak tahu karena tidak mungkin istana langsung kepada OTK tersebut. Tetapi melalui sebuah rantai komando. Saya melihatnya seperti itu," sambung Ferdinand.

 

Ferdinand menegaskan, satu-satunya yang merasa terganggu dengan adanya diskusi itu adalah pihak istana.

 

Ferdinand juga mengungkapkan bahwa, meskipun aparat kepolisian hadir di lapangan, ia mencurigai bahwa pembubaran ini dibiarkan terjadi dengan sengaja, dengan tujuan untuk menghentikan diskusi yang dapat merugikan pihak istana.

 

"Soal mengapa polisi apakah lalai atau tidak memantau, saya tidak yakin. Karena di lapangan itu aparat Kepolisian kita banyak sekali," jelasnya.

 

Ia menilai bahwa aparat kepolisian, baik Polantas, Binmas, hingga intelijen, seharusnya sudah memantau pergerakan massa yang membubarkan acara tersebut.

 

"Ada Polantas tentu yang memantau pergerakan ini, Binmas, macam-macam termasuk intelejen dari Kepolisian," Ferdinand menuturkan.

 

Ferdinand bilang, terjadinya pembubaran itu kuat dugaan ada unsur kesengajaan yang dibiarkan kepada mereka untuk melakukan aksi tersebut.

 

"Supaya mengentikan diskusi yang pasti merugikan pihak istana," kuncinya.

 

Diketahui, acara itu juga dihadiri mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin. Din mengecam keras aksi anarkisme tersebut.

 

"Apa yang terjadi tadi adalah kejahatan demokrasi. Kita membiarkan mereka berorasi sebagai manifestasi demokrasi, tapi ketika mereka masuk dan merusak, ini adalah anarkisme," kata Din Syamsuddin dalam jumpa persnya yang dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Sabtu (28/9/2024).

 

Selain Din Syamsuddin, juga hadir dalam jumpa pers Refly Harun, Said Didu, Sunarko, dan lain sebagainya.

 

Din Syamsuddin menyebutkan, kejadian tersebut tidak hanya memalukan, tetapi mengganggu dan merusak kehidupan dan kebangsaan. Dalam kesempatan itu, dia menyoroti tanggung jawab kepolisian. (*)


Label:

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.