Persiapan 76 Anggota Paskibraka 2024 yang akan bertugas di Istana Negara, IKN pada 17 Agustus 2024
SANCAnews.id – Kasus pencopotan jilbab 18
perempuan anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibraka) 2024 berbuntut panjang.
Presiden Joko Widodo dan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)
Yudian Wahyudi digugat setelah muncul polemik pencopotan jilbab Paskibraka.
Gugatan tersebut salah satunya diajukan oleh Arif Sahudi yang
saat ini menjabat sebagai Ketua Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan
Hukum Republik Indonesia (LP3HI), bersama Boyamin Saiman sebagai Ketua Umum
Yayasan Mega Bintang dan Rus Utaryono sebagai pengurus atau anggota dari
Yayasan Mega Bintang.
“Kami mendaftarkan gugatan ini dengan tergugat salah satunya
adalah Presiden Jokowi selaku penanggung jawab pelaksanaan upacara ini
(peringatan Hari Kemerdekaan RI di Ibu Kota Nusantara (IKN), dan yang kedua
adalah BPIP," ujar Arif kepada wartawan, hari ini.
Dalam konferensi pers di Kota Solo, Arif selaku penggugat
satu mengemukakan gugatan hukum kepada Presiden Jokowi dan kepala BPIP itu
telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Solo, Jawa Tengah, Kamis, 15
Agustus 2024. Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara 172/Pdt.G/2024/PN Skt.
Ia menjelaskan alasan pengajuan gugatan hukum itu karena
pihaknya menilai tindakan pelepasan jilbab para anggota putri Paskibraka
Nasional 2024 oleh BPIP itu melanggar undang-undang hak asasi manusia (HAM).
Menurut dia, sejak era reformasi hingga tahun lalu tidak ada larangan bagi
anggota putri Paskibraka menggunakan jilbab.
"Menurut pendapat kami ini jelas-jelas tindakan
melanggar undang-undang HAM dan ini belum pernah dalam sejarah, karena sejak
era reformasi sampai 2023 tidak ada larangan menggunakan jilbab," tutur
dia.
"Tapi dari format gambar (YouTube yang menayangkan
pengukuhan Paskibraka Nasional 2024) itu jelas tidak ada gambar orang berjilbab
makanya dilaksanakan tanpa jilbab."
Salah seorang kuasa hukum penggugat, Dwi Nurdiansyah Santoso
menambahkan petitum gugatan mereka adalah berkaitan dengan perbuatan melawan
hukum pihak tergugat. Pihak tergugat dianggap melawan hukum karena dalam
upacara peringatan Hari Kemerdekaan itu anggota Paskibraka diduga dipaksa atau
terpaksa melepas jilbabnya imbas adanya aturan dari BPIP.
Dalam tuntutannya, mereka meminta presiden dan Kepala BPIP
membayar ganti rugi RP 100 juta untuk biaya pemulihan anggota Paskibraka.
Kedua, ganti rugi Rp 100 juta karena Paskibraka diminta melepas hijab atau
jilbab saat upacara pengukuhan mereka.
"Penggugat meminta Presiden Jokowi dan PPIP selaku pihak
tergugat, untuk kemudian menyampaikan permintaan maaf dalam bentuk iklan di
sepuluh media massa baik televisi dan online," katanya.
Ia pun meminta agar Majelis Hakim untuk memerintahkan
Presiden Jokowi atau tergugat satu agar memberhentikan tergugat dua, yaitu
Kepala BPIP. Lebih lanjut Arif menuturkan gugatan itu mereka daftarkan dengan
tergesa-gesa lantaran ingin pada 17 Agustus 2024 nanti, pelaksanaan upacara
peringatan kemerdekaan dapat berjalan seperti halnya tahun lalu.
"Jadi yang berhijab ya biar berhijab. Sebab siapa yang
akan bisa menjamin? Terbukti bahwa pada saat pengukuhan kemarin tidak pakai
(jilbab), kemudian saat muncul polemik katanya boleh pakai. Siapa yang akan
menjamin? Karena aturannya tidak dicabut," ujar dia.
Di sisi lain, pengurus Purna Paskibraka Indonesia (PPI)
Se-Jakarta juga mengkritik BPIP soal 18 Paskibraka putri yang melepaskan jilbab
mereka. Ketua Pengurus Provinsi Purna Paskibraka Indonesia (PPI) DKI Jakarta,
Muhammad Nizar menyayangkan dugaan pelepasan jilbab terhadap Paskibraka putri
angkatan 2024 itu.
"Kami heran saat melihat pengukuhan para calon
Paskibraka 2024 oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu di Istana Negara IKN,
semua petugas perempuan tidak ada yang memakai jilbab," katanya kepada
Tempo hari ini. (tempo)