Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez/Net
SANCAnews.id – Unjuk rasa mahasiswa di Kota
Semarang berakhir ricuh dan bentrok antara aparat dengan pengunjuk rasa.
Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez mengimbau aparat agar menggunakan
cara-cara yang manusiawi saat menangani pengunjuk rasa.
"Kalu kita pakai cara tindakan represif hanya akan
memperburuk situasi dan mengikis kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Aparat keamanan agar tetap mengedepankan dialog, kebijaksanaan, dan sisi
humanis," kata Gilang Dhielafararez kepada wartawan, Selasa (27/8).
Aksi demo berawal dari tuntunan mahasiswa untuk menurunkan
pemerintahan saat ini dilatarbelakangi oleh dinamika revisi UU Pilkada yang
dilakukan di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Tengah, pada Senin (26/8) kemarin.
Aksi sempat memanas sejak mahasiswa memaksa masuk ke dalam
Balai Kota hingga merusak pagar. Menjelang petang, pelajar tiba-tiba datang dan
bergabung ke barisan paling depan massa aksi. Sempat terjadi pelemparan batu
dan kayu antara massa dengan aparat hingga akhirnya aksi dibubarkan dengan gas
air mata.
Setidaknya ada 33 orang dibawa ke rumah sakit akibat tindakan
represif aparat. Diketahui 6 orang aparat juga terluka akibat kejadian ini. Gilang
menyayangkan demo yang berakhir ricuh tersebut.
“Menyampaikan aspirasi dilindungi oleh konstitusi. Tapi kami
juga mengimbau agar aksi unjuk rasa dilakukan dengan tertib dan damai untuk
menjaga stabilitas keamanan,” ungkapnya.
Kendati saat ini Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) sudah
disesuaikan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 60 dan 70 terkait
Pilkada, namun kemarahan masyarakat masih ada. Meski awalnya unjuk rasa di
Semarang dilakukan dengan damai, tetapi karena ada pihak-pihak tertentu yang
melakukan provokasi akhirnya demo menjadi ricuh.
“Kami harap teman-teman mahasiswa dan elemen masyarakat lain
yang menggelar demo betul-betul memastikan agar aksi tidak ditunggangi
pihak-pihak yang ingin memanfaatkan keadaan untuk kepentingan tertentu,” pesan
Gilang.
Tindakan represif aparat tak hanya mengenai massa aksi di
Semarang, tetapi juga warga yang tak ikut unjuk rasa. Bahkan anak-anak yang
sedang mengaji ikut menjadi korban.
"Massa demonstran yang awalnya berupaya menyampaikan
aspirasi dengan damai, akhirnya harus berhadapan dengan tindakan represif
berupa tembakan gas air mata dan mobil meriam air. Ironisnya, tindakan ini
terjadi di tengah upaya mereka memperjuangkan demokrasi yang sehat dan
transparan," paparnya.
Menurut Gilang, aparat seharusnya bisa memastikan bahwa
demokrasi tetap hidup dan berkembang dalam damai di Indonesia. Apalagi tembakan
gas air mata untuk membubarkan aksi sangat merugikan masyarakat.
“Walaupun gas air mata dianggap sebagai senjata nonmematikan,
namun tetap memiliki efek yang sangat merugikan terhadap kesehatan manusia,
khususnya pada anak-anak yang tubuhnya masih rentan. Seharusnya aparat belajar
dari kejadian Kanjuruhan,” urai Gilang.
"Ini kan yang ikut demo juga ada yang masih pelajar di
mana mereka ada yang masih di bawah umur. Harusnya ada dialog yang kuat antara
dua pihak, kepada para demonstran juga saya berpesan untuk tetap jaga
ketertiban dan jangan mudah diprovokasi," sambungnya.
Gilang berharap, aparat lebih mengedepankan dialog terbuka
dan negosiasi yang damai dalam meredakan ketegangan dan mencegah eskalasi
konflik. Dalam konteks ini, aparat keamanan seharusnya bertindak sebagai
fasilitator yang memastikan bahwa hak untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat
dijamin tanpa mengorbankan keselamatan warga.
"Aparat harus bisa melakukan tindakan yang lebih humanis
dan membuka lebar dialog dengan pengunjuk rasa. Aparat dapat menyampaikan bahwa
Indonesia merupakan negara demokrasi dan mereka boleh menyampaikan pendapat
namun dengan tertib dan sesuai aturan yang berlaku," terang Gilang.
Komisi III DPR yang membidangi urusan keamanan, hukum, dan
HAM itu meminta aparat untuk menjaga marwahnya sebagai pelindung masyarakat.
Gilang juga meminta aparat memberikan hak pendampingan hukum bagi massa demo
yang ditangkap buntut kericuhan semalam.
"Aparat harus tetap menjaga marwahnya sebagai pelindung
dan pengayom masyaraka, bukan malah melukai masyarakat. Bubarkan aksi dengan
cara humanis. Serta pastikan mereka yang ditangkap mendapatkan hak pendampingan
hukum,” pungkasnya. (jawapos)