Ilustrasi IMM/Net
OLEH: HAMID MAULANA
TIDAK bisa dipungkiri kondisi organisasi kemahasiswaan
Muhammadiyah akhir-akhir ini sedang panas. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
yang merupakan salah satu organ ekstra kampus yang tersebar di seluruh penjuru
negeri ini tengah dilanda dinamika yang betul-betul harus dinikmati tiap
kadernya.
Bagaimana tidak, belum lama DPP IMM yang merupakan tingkatan
pusat organisasi merah ini meramaikan jagat maya dengan video
"Assalamu’alaikum Mas Kaesang"-nya, kini harus menghadapi fakta bahwa
senior-senior kita ini tak memberikan titah turun aksi ketika mahasiswa dan
berbagai lapisan masyarakat di Indonesia tengah menyuarakan "Peringatan
Darurat Indonesia" beberapa hari belakangan atas kondisi negara dalam
upaya mengangkangi konstitusi.
Dengan kondisi ini, tentu saja kader-kader di bawah lebih
baik diam saja. Keputusan DPP IMM sudah tepat. Toh senior-senior di pusat ini
sudah membuat arahan konsolidasi dan seruan untuk DPD, PC, dan PK se-Indonesia.
Buat apa anak IMM ikut turun aksi kalau DPP bisa turun tangan
sendiri dengan melaporkan Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Achmad
Baidowi karena menyetujui revisi aturan yang berbeda dari keputusan Mahkamah
Konstitusi (MK). Tak perlu kita turun aksi, semua sudah dibereskan oleh
pimpinan kita dengan cara taktis. Buat apa aksi-aksi segala, buang-buang tenaga
dan anggaran. Apalagi kalau ada kader yang bonyok dipukuli aparat ataupun
kemudian ditangkap.
Aduh, ini bakal merepotkan Bidang Advokasi Publik dan Bantuan
Hukum kalau terjadi. Bikin tambah kerjaan saja.
Jika kader masih ada yang menuduh DPP IMM tak memberi arahan
turun aksi karena ada politik kepentingan, berarti kader tersebut tak memahami
secara utuh apa itu fungsi menjadi pimpinan. Mereka harus mempertimbangkan
dengan matang situasi kondisi demi kepentingan organisasi besar ini. Jangan
mengira bahwa mereka hanya memikirkan kepentingannya sendiri, tidak mungkin.
Mana mungkin dengan tak memberi arahan aksi dan para pimpinan
DPP bergerak sendiri melaporkan Ketua Baleg DPR RI adalah bentuk egoisme
pribadi dan cari panggung. Gila saja tuduhan seperti itu.
Langkah pimpinan kita ini sudah sangat tepat. Tak perlu
aksi-aksi yang tak penting berdemo di depan Gedung DPR dan bergabung dengan
lapisan masyarakat lainnya, lebih baik bergerak dalam diam dan membawa tim
media. Publikasinya akan awet dan bisa dipakai di mana-mana.
Tentu, ini upaya dari DPP IMM untuk membuat ikatan ini
semakin dikenal. Tentu saja IMM-nya yang akan dikenal luas, bukan si pelapor.
Bukan, ini kepentingan bersama bukan untuk menaikkan nama personal pimpinan.
Jangan sembarangan.
Lebih lagi kader yang menuduh bahwa DPP tak memberi arahan
turun aksi karena tersandera kepentingan politik. Jangan sembarangan, meski tak
ada aksi, DPP membuat kajian kritis dengan mengeluarkan pernyataan sikapnya
dalam kondisi dinamika politik Indonesia pasca Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Jangan terus menerus mengkritik DPP IMM tanpa mengetahui
sikap yang mereka keluarkan. Ya meskipun kita tahu sebetulnya selain Putusan
Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang membahas yang mengubah ambang batas pencalonan
partai politik, ada satu lagi putusan yang kemudian tak disinggung DPP IMM.
Mereka tak menyinggung mengenai persyaratan batas usia
minimal calon kepala daerah dalam Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Kader tentu
tak perlu mempermasalahkan hal ini. Tak ada urusan ketika kita hanya ingin
memberi pernyataan sikap mengenai satu pasal saja. Apalagi ada yang sampai
menghubungkan bahwa DPP IMM tak menyinggung pasal yang membahas persyaratan
batas usia minimal dalam Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 karena bakal merugikan
Kaesang.
Sungguh keterlaluan betul kader-kader ini, mana mungkin
pertimbangan kajian kritis dan konsolidasi organisasi yang sangat matang ini
berpihak ke salah satu pihak dan mengorbankan kepentingan masyarakat. Sungguh
tak masuk akal.
Perkara kasus "Assalamu’alaikum Mas Kaesang" jangan
dihubungkan dengan pernyataan sikap DPP IMM sekarang. Itu sudah berlalu. Jangan
terlalu berlebihan menghubung-hubungkan sesuatu.
Mahasiswa tak perlu jadi ahli konspirasi begitu. Pertimbangan
pimpinan kita sudah barang tentu mengedepankan aspek keberpihakan pada
masyarakat banyak, bukan pada pemodal. Gila saja, mana mungkin organisasi milik
kader IMM se-Indonesia ini dijual ke oligarki. Ada-ada saja.
Kader-kader yang terus menerus merongrong keputusan-keputusan
DPP ini harusnya sadar diri. Cukup untuk berproses dari bawah. Cari kader
sebanyak-banyaknya di komisariat serta cabang dan jangan lupa gembleng mereka
untuk jadi kader yang berkualitas.
Kurang support apa pimpinan pusat ke kader di bawah? Tentu
sudah banyak yang diberikan untuk memutar roda organisasi di bawah. Tak mungkin
DPP hanya menengok ke bawah ketika sedang kontestasi, gila saja. Kok
bisa-bisanya sekarang begitu berisiknya mengurusi keputusan yang dibuat
pimpinan pusat.
DPP IMM tidak salah, perkara aksi dan tidak aksi ini kan
lagi-lagi harus mempertimbangkan banyak hal. Jangan sampai karena membela
kepentingan konstitusi malah kepentingan pribadi dikorbankan.
Mohon maaf, kalimat sebelum ini typo, maksud saya sebaliknya.
Jangan sampai karena mengurusi kepentingan pribadi lalu kepentingan konstitusi
dan rakyat dikorbankan, itu tak ada dalam kamus DPP IMM.
Kader IMM di seluruh Indonesia sebaiknya tenang saja, kita
bisa mengawal penguasa dengan dekat dengan mereka. Inilah yang terus diupayakan
pimpinan kita di sana. Sungguh upaya mulia untuk mengontrol penguasa dengan
sebaik-baiknya.
Kita harus bangga pada DPP IMM periode sekarang. Mereka punya
cara yang unik dan progresif untuk mengatasi masalah. Kita wajib apresiasi
keputusan mereka. Kader di bawah sudah selayaknya mengapresiasi dengan cara yang
sebaik-baiknya.
Kalau kita tak paham pada langkah senior-senior kita, mungkin kita yang kurang ngopi. Senior kita selalu ngopi kapanpun dan dimanapun. Dan juga dengan siapapun. Iya, siapapun.
(Penulis adalah kader IMM Cabang Ciputat)