Bentrok antara pengunjuk rasa dan aparat saat demontrasi menolak pengesahan Revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Aksi menolak upaya revisi Undang-undang Pilkada oleh DPR RI tersebut berakhir ricuh dengan pihak kepolisian
SANCAnews.id – Komisi III DPR RI mengecam
berbagai tindakan anarkis yang dilakukan aparat keamanan terhadap demonstran
saat unjuk rasa menolak RUU Pilkada. Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI
Perjuangan, Gilang Dhielafararez, menyoroti dugaan permintaan tebusan dan
doxing yang dilakukan aparat terhadap demonstran.
Berdasarkan informasi, lebih dari 300 pengunjuk rasa
ditangkap dalam aksi unjuk rasa menolak Revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR,
Jakarta, pada Kamis (22/8). Para pengunjuk rasa yang ditangkap mulai dibebaskan
setelah mendapat jaminan dari pimpinan DPR.
"Anak muda pejuang demokrasi Indonesia ini harusnya
didukung dan dilindungi, bukan malah ditangkap. Kami meminta pihak keamanan
untuk segera melepaskan para demonstran yang belum dibebaskan. Bukan hanya yang
di Jakarta, tapi di daerah-daerah juga,” kata Gilang Dhielafararez kepada
wartawan, Minggu (25/8).
Gilang menekankan, Indonesia merupakan negara demokrasi di
mana aksi unjuk rasa dilindungi oleh konstitusi. Ia menekankan, aparat keamanan
seharusnya tidak melakukan penangkapan kepada demonstran yang tidak melakukan
provokasi.
"Demonstrasi adalah hak yang dijamin oleh konstitusi.
Penting bagi aparat untuk menghormati hak ini selama demonstrasi berlangsung
damai dan tidak melanggar hukum," tegas Gilang.
"Penangkapan harus dilakukan sesuai prosedur hukum dan
hak asasi manusia harus tetap dijaga," sambungnya.
Menurut Gilang, jika memang ada yang melakukan provokasi
harus didalami sesuai aturan yang berlaku dan jangan asal main tangkap.
Menurutnya, aparat keamanan seharusnya dapat melakukan pendekatan yang lebih
humanis.
"Penggunaan kekerasan yang berlebihan dapat memperburuk
situasi dan menciptakan ketidakpercayaan antara masyarakat dan aparat.
Seharusnya aparat lebih humanis saat di lapangan agar lebih efektif dalam
meredakan ketegangan," terang Gilang.
Legislator asal Jawa Tengah II ini juga mengecam berbagai
tindakan kekerasan aparat kepada pendemo yang videonya banyak tersebar di
masyarakat dan media sosial. Gilang mengatakan, banyak menemukan laporan adanya
dugaan pelanggaran aparat dalam bentuk intimidasi, penganiayaan, dan kekerasan
kepada pendemo hingga jurnalis yang meliput aksi.
“Demonstrasi itu bentuk publik dalam menyampaikan pendapat di
negara demokrasi ini. Institusi keamanan harus mengusut anggotanya yang diduga
melakukan kekerasan kepada para pendemo, jurnalis, maupun elemen masyarakat
lain saat demo kemarin,” tegasnya.
Gilang mendukung upaya pimpinan DPR yang akan membentuk tim
khusus untuk memantau korban luka akibat bentrokan dalam unjuk rasa itu.
"Aparat keamanan harus bertindak profesional dan
proporsional dalam menangani demonstrasi. Komisi III DPR mengecam tindakan
kekerasan oleh oknum aparat saat demo RUU Pilkada, yang juga banyak merugikan
masyarakat umum. Jajaran keamanan harus bertanggung jawab,” tegasnya.
Lebih lanjut, Gilang menyoroti dugaan pemerasan oleh oknum
aparat yang meminta tebusan uang untuk pembebasan pendemo yang ditangkap.
"Permintaan uang untuk pembebasan pendemo yang ditangkap
itu sudah masuk kategori pemerasan. Yang benar saja dong, masak aksi membela
demokrasi kaya gini kok masih juga dijadikan bahan obyekan. Kalau sampai ini
benar terbukti, harus ada evaluasi," cetus Gilang.
Sebagaimana diketahui, Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD)
dalam konferensi pers di Gedung YLBHI beberapa waktu lalu menyebutkan,
penanganan aparat keamanan pada aksi demonstrasi elemen masyarakat dan
mahasiswa menolak revisi UU Pilkada di DPR dinilai brutal. Sehingga banyak
pedemo yang mengalami luka-luka akibat penanganan yang dilakukan aparat.
Sejumlah aksi brutal diantaranya pemukulan dengan tongkat
oleh aparat, hingga penembakan gas air mata secara brutal dan tidak terukur.
Akibatnya masyarakat sipil yang tidak ikut demo pun terdampak.
Bahkan ada beberapa pendemo yang mengalami cedera serius,
seperti mahasiswa Universitas Bale Bandung (Unibba) yang harus menjalani
operasi mata, karena diduga terkena lemparan batu dari arah aparat saat
kericuhan terjadi di depan gedung DPRD Jawa Barat di Kota Bandung. (jawapos)