Anggota DPD RI Dapil Daerah Khusus Jakarta, Fahira Idris
SANCAnews.id – Setelah mendapat respon keras dan
penolakan dari berbagai elemen masyarakat, akhirnya Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila (BPIP) memperbolehkan Paskibraka perempuan berhijab saat bertugas
pada Upacara HUT ke-79 RI di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Polemik atau kegaduhan ini seharusnya tidak terjadi, andai
saja BPIP memahami bahwa di Indonesia selama puluhan tahun tidak ada lagi
larangan berhijab bagi muslimah apapun profesi dan aktivitasnya, termasuk di
acara resmi kenegaraan.
Anggota DPD RI Daerah Pemilihan DKI Jakarta Fahira Idris
mengatakan, kebebasan yang diberikan negara kepada muslimah di Indonesia untuk
berhijab apapun profesi dan aktivitasnya, bahkan bagi personel Polri/TNI,
merupakan sebuah hal yang nyata menegakan konstitusi, penghidupan kembali
semangat Bhinneka Tunggal Ika, penerapan prinsip dasar Pancasila yang menjunjung
tinggi keberagaman sebagai penguat persatuan.
Hal ini, lanjut Senator asal Jakarta ini, harus menjadi
nilai-nilai yang dijaga dan diperkuat BPIP dalam setiap kebijakannya. Namun
dalam konteks kebijakan BPIP yang tidak mengakomodir pakaian atau atribut
Paskibraka Muslim berhijab, lembaga ini telah melakukan kesalahan yang sangat
fatal karena merugikan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi.
“Walau Paskibraka putri akhirnya dibolehkan pakai jilbab saat
Upacara HUT RI di IKN, tetapi tetap, BPIP harus dievaluasi secara menyeluruh.
Apa sebenarnya yang ada di dalam benak Kepala BPIP sehingga bisa-bisanya
membuat kebijakan seperti ini? Apakah BPIP tidak berpikir bahwa kebijakan ini
akan menjadi persoalan besar? Apakah tidak ada kekhawatiran kebijakan mereka
ini justru bertentangan dengan semangat Pancasila yang mereka usung? Apa mereka
pikir, publik akan diam saja? Menurut saya, penting bagi Presiden, DPR RI dan
DPD RI mengevaluasi kinerja BPIP termasuk kewenangan mereka sebagai institusi
yang menaungi, membina dan mengukuhkan Paskibraka,” ujar Fahira Idris yang juga
Ketua Umum PP Daiyah Parmusi di sela-sela Pertemuan MUI dengan pimpinan Ormas
Islam di Jakarta (15/8).
Menurut Fahira Idris, Surat Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun
2024 yang mengatur standar pakaian, atribut, dan sikap tampang Paskibraka yang
dibuat untuk memastikan keseragaman dan kesatuan dalam penampilan anggota
Paskibraka selama upacara kenegaraan sangat-sangat problematik bahkan salah
kaprah.
Pasalnya, aturan ini sangat kental nuansa diskriminasi karena
abai dalam melindungi hak-hak petugas Paskibraka putri menjalankan
keyakinannya.
Selain itu, alasan BPIP bahwa larangan memakai jilbab ini
hanya berlaku selama acara pengukuhan dan pengibaran bendera di HUT Kemerdekaan
17 Agustus saja, sangat tidak bisa diterima. Bagi muslimah mengenakan jilbab
bernilai ibadah dan ini adalah pengetahuan umum dan sangat mendasar.
Itulah kenapa negara memberikan perlindungan dan kebebasan
bagi muslimah di Indonesia apapun profesinya mengenakan jilbab termasuk
muslimah berprestasi seperti Paskibraka yang akan menjalankan tugas negara.
“Fokus kita sekarang adalah mengawal dan memastikan petugas
Paskibraka yang sehari-hari mengenakan jilbab, tetap mengenakan jilbab saat
nanti bertugas saat Upacara HUT RI, 17 Agustus 2024. Kemudian, mendesak
mendesak Presiden, DPR dan DPD RI untuk mengevaluasi dan memberikan sanksi
kepada Kepala BPIP atas kebijakannya yang membuat kegaduhan yang benar-benar
mengganggu kekhidmatan rakyat menjelang HUT RI,” pungkas Fahira Idris. (fajar)