Massa aksi dari elemen mahasiswa berhasil menjebol pintu Gerbang utama DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8/2024) 

 

SANCAnews.id – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU Pilkada harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pembuat undang-undang, baik legislatif maupun eksekutif. Jika tidak, berpotensi menimbulkan masalah baru dan dapat digugat kembali melalui uji materi.

 

Praktisi hukum Henry Indraguna mengatakan DPR seharusnya tidak menafsirkan apa yang sudah jelas diatur dalam putusan MK.

 

"Saya menyarankan regulasi pilkada yang diatur di dalam UU Pilkada hanya perlu dibenahi dan disesuaikan dengan Putusan MK, bukan dibuat berbeda dengan Putusan MK tersebut," ujarnya, Jumat (23/8).

 

Henry mengatakan, dari putusan MK tersebut dapat dipastikan ketersediaan calon beragam. Jadi, masyarakat pun memiliki pilihan yang beragam.

 

"Dalam putusannya, MK memutuskan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD," katanya.

 

"MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada," tambah Henry.

 

Selain itu, MK juga memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur.

 

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak seluruh gugatan terhadap Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Pilkada. Gugatan nomor 70/PUU-XXII/2024 itu diajukan oleh dua orang mahasiswa Fahrur Rozi, dan Anthony Lee. Mereka menggugat syarat minimal usi pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur.

 

Dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e disebutkan bahwa calon gubernu berusia paling rendah 30 tahun dan wakil Gubernur. Kemudian berusia minimal 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak penetapan pasangan calon.

 

Aturan ini digugat karena adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyebutkan bahwa seseorang maju jadi calon kepala daerah berusia 30 tahun saat pelantikan, bukan ditetapkan sebagai calon.

 

Sedangkan, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati batas usia cagub-cawagub merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA). Yakni minimal 30 tahun sejak pelantikan kepala daerah terpilih.

 

Kesepakatan ini diambil setelah disetujui oleh mayoritas fraksi, kecuali fraksi PDIP dalam rapat Panja RUU Pilkada di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).

 

Kesepakatan itu kembali membuka peluang Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep untuk berlaga pada Pilkada Serentak 2024 di level provinsi alias pilgub.

 

Sebelumnya, peluang Kaesang tertutup untuk Pilkada 2024 level provinsi, karena Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan usia cagub-cawagub minimal 30 tahun pada saat ditetapkan sebagai calon. (jawapos)

Label:

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.