Ilustrasi warga miskin di Indonesia./Net
SANCAnews.id – Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat
Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, kelas menengah di
Indonesia semakin rentan mengalami penurunan selama 10 tahun terakhir.
Hal ini tercermin dari pola belanja penduduk kelas menengah
yang cenderung semakin mendekati batas bawah pengelompokan dan semakin
mendekati batas bawah.
Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok kelas menengah akan
semakin sulit untuk melompat ke kelas atas, dan rentan untuk jatuh ke dalam
kelompok aspiring middle class atau kelompok kelas menengah rentan, atau bahkan
rentan terhadap kemiskinan.
"Kalau kita lihat dari modus kelas menengah dari batas
bawah dan batas atas, memang sebagian besar penduduk kelas menengah cenderung
lebih dekat ke batas bawah pengelompokkan kelas menengah bawah," ucap
Amalia saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Wanita yang akrab disapa Winny itu mengatakan, batas atas
pengelompokkan kelas menengah atas per tahun 2024 ialah 17 x dari garis kemiskinan,
yakni Rp 582.932 per kapita per bulan atau senilai Rp 9,90 juta. Sementara itu,
batas kelompok menengah bawahnya adalah 3,5 x Rp 582.932 atau senilai Rp 2,04
juta.
Sementara itu, modus pengeluarannya sebesar Rp 2,05 juta pada
2024, atau semakin dekat dengan batas bawah ukuran kelas menengah yang sebesar
Rp 2,04 juta.
Padahal, pada 2014, modus pengeluarannya sebesar Rp 1,70 juta
dengan batas bawah senilai Rp 1,05 juta dan batas atas hanya sebesar Rp 5,14
juta. Pada 2019, modus pengeluarannya Rp 2,1 juta dengan batas bawah Rp 1,48
juta dan batas atasnya Rp 7,22 juta. Sedangkan pada 2023, modus pengeluarannya
Rp 2,05 juta dengan batas bawah Rp 1,65 juta dan batas atas Rp 8,03 juta.
Selain modus pengeluaran yang membuat kelas menengah rentan
turun, Amalia juga mencatat sebetulnya kelas menengah di Indonesia terbukti
terus mengalami penurunan jumlah sejak lima tahun terakhir. Mayoritas dari
mereka turun kelas hingga membuat jumlah masyarakat yang rentan miskin
membengkak drastis.
Pada 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33
juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk. Lalu, pada 2024 hanya
tersisa menjadi 47,85 juta orang atau setara 17,13%. Artinya ada sebanyak 9,48
juta warga kelas menengah yang turun kelas.
"Bahwa memang kami identifikasi masih ada scarring
effect dari Pandemi Covid-19 terhadap ketahanan dari kelas menengah," ucap
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti saat rapat kerja dengan Komisi XI
DPR terkait RAPBN 2025, Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Berlainan dengan data jumlah kelas menengah yang anjlok, data
kelompok masyarakat kelas menengah rentan atau aspiring middle class malah
naik, dari 2019 hanya sebanyak 128,85 juta atau 48,20% dari total penduduk, menjadi
137,50 juta orang atau 49,22% dari total penduduk.
Demikian juga dengan angka kelompok masyarakat rentan miskin
yang ikut membengkak dari 2019 sebanyak 54,97 juta orang atau 20,56%, menjadi
67,69 juta orang atau 24,23% dari total penduduk pada 2024. Artinya, banyak
golongan kelas menengah yang turun kelas kedua kelompok itu.
Sementara itu, kelompok miskin juga mengalami kenaikan tipis
dari 2019 sebanyak 25,14 juta orang atau setara 9,41% menjadi 25,22 juta orang
atau setara 9,03% pada 2024. Sedangkan kelompok atas juga naik tipis dari 2019
sebanyak 1,02 juta orang atau 0,38% menjadi 1,07 juta orang atau 0,38% dari
total penduduk pada 2024.
Amalia menjelaskan ukuran dari pengelompokan kelas itu
didasarkan pada ukuran Bank Dunia yang termuat dalam dokumen berjudul Aspiring
Indonesia: Expanding the Middle Class 2019. Pengelompokannya didasarkan pada
kelas pengeluaran dengan garis kemiskinan Rp 582.932 per kapita.
Untuk kelas menengah ukurannya ialah pengeluarannya 3,5-17
kali garis kemiskinan atau pengeluarannya sekitar Rp 2,04 juta sampai 9,90 juta
per kapita per bulan. Kelas menengah rentan 1,5-3,5 kali garis kemiskinan atau
senilai Rp 874,39 ribu sampai Rp 2,04 juta. Rentan miskin ialah 1-1,5 kali
garis kemiskinan atau Rp 582,93 ribu sampai dengan Rp 874,39 ribu.
Sedangkan untuk yang masuk kelompok miskin adalah
pengeluarannya di bawah garis kemiskinan senilai Rp 582,93 ribu per kapita per
bulan, sedangkan untuk kelas atas pengeluarannya 17 kali di atas garis
kemiskinan atau di atas Rp 9,90 juta per kapita per bulan. (cbnc)