Ibunda Afif Maulana, Anggun Andriani bersama keluarga dan kuasa hukum melakukan audiensi di kantor Komnas HAM, Jakarta.
SANCAnews.id – Netizen mengkritik Polda Sumbar
terkait meninggalnya mahasiswa bernama Afif Maulana. Dia diduga tewas karena
dianiaya petugas polisi. Informasi kerusakan CCTV dan pernyataan polisi akan
mencari pihak yang membuat kasus tersebut viral justru membuat netizen geram.
Netizen mengkritik Polda Sumbar terkait meninggalnya
mahasiswa bernama Afif Maulana. Dia diduga tewas karena dianiaya petugas
polisi. Informasi kerusakan CCTV dan pernyataan polisi akan mencari pihak yang
membuat kasus tersebut viral justru membuat netizen geram.
Lalu seberapa mungkin
Afif Maulana, seperti kata Polda Sumbar, melompat dari atas jembatan guna
menyelamatkan diri?
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyatakan,
pada usia seperti Afif 13 tahun, teman sepermainan punya pengaruh besar. Baik
dalam berpikir maupun beraktivitas.
Posisi Afif dalam kegiatan pada malam tersebut lanjut dia,
sebagai pihak yang diajak. Dia diajak mengikuti kegiatan oleh teman yang
beberapa tahun lebih tua daripada dirinya.
”Afif berumur puber, sementara temannya berusia pasca puber.
Bisa dipastikan Afif bukan pengendali, apalagi penginisiasi,” papar Reza.
Berdasar keterangan lanjut dia, situasi pada malam itu boleh
dibilang kritis bahkan menakutkan. Mereka dikejar polisi.
”Kombinasi ketiga hal tersebut mendorong bekerjanya sistem
berpikir 1, bukan sistem berpikir 2. Sistem berpikir 1 berlangsung secara sangat
cepat. Data di-bypass sangat ekstrem, sehingga proses berpikir laksana garis
lurus tanpa percabangan,” terang Reza.
”Tidak ada opsi keputusan yang bersifat majemuk. Opsi
tunggal, yakni menyamakan diri dengan keputusan atau perilaku orang-orang
lain,” tambah dia.
Sehingga, menurut dia, hitung-hitungan di atas kertas, kalau
teman-temannya lari, Afif juga akan lari. Kalau teman-temannya melawan, Afif
juga akan melawan, dan sejenisnya.
”Andai dibayangkan bahwa ketika teman-temannya menyerah
kepada polisi, Afif justru menjadi satu-satunya orang yang melompat dari
jembatan, perilaku Afif sedemikian rupa bertolak belakang dengan rumusan tadi,”
ujar Reza.
Dia mengatakan, kemungkinan Afif melompat, selalu ada.
”Namun landasan berpikir saya condong mengarah ke
probabilitas yang lebih besar bahwa dalam situasi genting pada saat dikejar
polisi, Afif akan membuat keputusan untuk juga melakukan apa yang dilakukan
teman-temannya,” ucap Reza. (jawapos)