Sekretaris Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto/Istimewa
SANCAnews.id – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) DPR RI dihebohkan dengan wacana reshuffle kabinet yang akan dilakukan
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sekretaris Fraksi PKS DPR RI Mulyanto menilai tindakan
Presiden Jokowi saja tidak cukup. Mengingat, masa jabatan pemerintahan Jokowi
hanya tersisa 2 bulan lagi.
Atas dasar itu, dia berharap kabar pergantian Menteri ESDM
Arifin Tasrif menjadi Bahlil Lahadia hanya sekedar gosip belaka. Pasalnya,
pergantian menteri di akhir masa pemerintahan tidak efektif karena banyak hal
strategis yang perlu diselesaikan di Kementerian ESDM.
"Itu langkah bongkar-pasang yang kurang tepat. Apa yang
bisa diharapkan dari menteri baru secara struktural dalam waktu kurang dari dua
bulan. Pembahasan dengan DPR juga hanya tinggal satu masa sidang lagi,"
ujar Mulyanto dalam keterangannya, Rabu (31/7).
Di sisi lain, kata Anggota Komisi VII DPR RI ini, dari sisi
perundangan, di ujung masa pemerintahan ini ada banyak pekerjaan rumah tersisa
yang harus dituntaskan Menteri ESDM. Yaitu RUU EBET, PP KEN (Kebijakan Energi
Nasional), dan RUU Migas.
"Apa regulasi ini bisa diselesaikan kalau tiba-tiba
berganti Menteri? Menurut saya justru akan semakin molor. Tidak perlulah
reshuffle sekarang. Presiden seperti kurang kerjaan," tegasnya.
Mulyanto menambahkan, sebetulnya yang lebih perlu dilakukan
Presiden Jokowi saat ini adalah menertibkan bidang kerja para menteri yang
semrawut. Bukan reshuffle jelang suksesi.
"Daripada ganti menteri lebih baik kembalikan tugas
masing-masing kementerian sesuai tupoksinya. Kita tahu selama ini kan Menteri
Investasi banyak merambah masuk dan bikin heboh bidang ESDM, seperti kasus
pencabutan ribuan IUP (izin usaha pertambangan), pemberian prioritas konsesi
tambang kepada ormas keagamaan, perpanjangan izin tambang PT Vale dan PT
Freeport Indonesia, dll," papar Mulyanto.
Ia pun menegaskan persoalan ruwet justru terletak pada tata
kelola dan tugas kementerian terkait bidang ESDM yang tumpang tindih, antara
Kementerian Investasi dengan Kementerian ESDM. Bukan pada posisi menterinya.
"Ini yang harusnya diurai dan diperbaiki. Belum lagi
maraknya kasus-kasus korupsi terkait tambang ilegal timah, nikel, emas, dll.
Yang masalahnya bersifat kronis dan struktural. Juga soal ketidaktepat sasaran
distribusi BBM dan LPG bersubsidi yang berlarut-larut dan menekan anggaran
negara dan masalah ketidakadilan," tuturnya.
"Menjelang purnatugas, mandeg pandhita, Pemerintah
semestinya bersiap-siap pamit mundur dan memberi jalan kepada Presiden
terpilih. Bukan malah ngegas secara politis kejar tayang saat injury time,”
demikian Mulyanto. (rmol)