Ketua Banggar DPR Said Abdullah
SANCAnews.id – Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan penurunan target defisit anggaran
tahun 2025 yang dipatok sekitar 1,5 persen hingga 1,8 persen PDB untuk
membiayai program makan siang gratis pemerintahan Prabowo-Gibran masih dibahas
di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.
"Masalah defisit masih dalam pembahasan di Banggar.
Jadi, kita tunggu sampai pembahasan diselesaikan," kata Airlangga di
Masjid Ainul Hikmah, Jakarta Barat.
Selain itu, dia juga merespons pagu atau batas anggaran
tertinggi beberapa Kementerian yang dipangkas oleh Menteri Keuangan Sri
Mulyani. Menurutnya, anggaran Kementerian masih belum ditetapkan dan bisa
berubah karena pembahasan masih terus berlanjut.
"Masing-masing Kementerian/Lembaga (K/L) itu ada
menterinya dan masing-masing menteri itu punya programnya. Itu dibahas antara
Kementerian dengan mitranya di DPR dan itu masuk ke Banggar," jelas dia.
Sebelumnya, Kamis (30/5), Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan
strategi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk bisa mengakomodasi
program makan bergizi gratis yang diusulkan oleh Presiden terpilih Prabowo
Subianto.
“Semuanya selalu menanyakan tentang makan siang gratis. Jadi,
kami memberikan kerangka besar, amplop besarnya. Ini loh APBN yang nanti kami
sampaikan kepada pemerintahan baru, posturnya seperti ini,” kata Sri Mulyani
dalam Seminar Nasional Jesuit Indonesia di Jakarta, Kamis.
Sri Mulyani mengakui akan ada tantangan untuk penerapan program
tersebut. Namun, untuk memitigasi tantangan tersebut, Kementerian Keuangan
berencana untuk melakukan reformasi pada sejumlah aspek.
“Kita terus reformasi dari sisi perpajakan, memperkuat
institusi, membersihkan dari korupsi, serta meningkatkan investasi di bidang
digital, sehingga prosesnya menjadi jauh lebih pasti dan minim korupsi, atau
mengurangi interaksi sehingga celah korupsi ditutup,” ujar dia.
Di samping sejumlah upaya tersebut, Kementerian Keuangan juga
terus melakukan perbaikan pengelolaan anggaran. Anggaran akan diperkuat,
utamanya dalam menahan guncangan dari gejolak perekonomian global.
Lebih lanjut, dia mengatakan tidak ada negara berpendapatan
tinggi tanpa kualitas sumber daya manusia (SDM) yang baik. Oleh sebab itu,
negara akan melakukan berbagai upaya untuk bisa meningkatkan kualitas SDM.
Upaya yang telah dilakukan Kementerian Keuangan selama ini
untuk meningkatkan kualitas SDM di antaranya penyediaan anggaran pendidikan
sebesar 20 persen, kesehatan 6 persen, dan jaminan sosial 50 persen dari APBN.
Pemerintah juga turut mendorong dari sisi infrastruktur untuk
mendukung produktivitas dan mobilitas masyarakat.
“Jadi, mau itu dalam bentuk pendidikan, kesehatan, jaminan
sosial menggunakan program makan siang atau makanan bergizi, itu semuanya
tujuannya untuk memperbaiki SDM,” tambah Menkeu.
Adapun Kementerian Keuangan melalui dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) menargetkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2025 berada pada rentang 2,45-2,82 persen.
Pendapatan negara dipatok pada kisaran 12,14 persen hingga
12,36 persen dari produk domestik bruto (PDB), sementara belanja negara
diperkirakan di kisaran 14,59 persen hingga 15,18 persen PDB.
Namun, pada Rabu (5/6), Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso
Monoarfa mengusulkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Komisi
XI DPR RI untuk menurunkan target defisit APBN 2025 menjadi 1,5-1,8 persen.
Ia menilai rentang target defisit APBN tersebut diperlukan
agar pemerintahan selanjutnya memiliki ruang fiskal yang lebih leluasa.
“Kami berharap Bu Menkeu (Sri Mulyani Indrawati) dan Komisi
XI, kalau memang itu disepakati, kita inginkan defisit itu bisa lebih turun
lagi antara 1,5 sampai 1,8 (persen), sehingga ada ruang fiskal bagi
pemerintahan yang akan datang kalau akan menggunakan pasal itu," kata
Suharso saat Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR di
Jakarta, Rabu.
Pasal yang dimaksud adalah pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
2005-2025, yang mana menjelaskan bahwa pemerintahan saat ini diwajibkan
menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan APBN untuk pemerintahan baru
berikutnya.
Kendati demikian, Suharso menyampaikan lebih lanjut bahwa
terdapat aturan yang menjelaskan presiden terpilih berikutnya punya ruang gerak
yang luas untuk menyempurnakan RKP dan APBN melalui mekanisme APBN Perubahan
(APBN-P).
“Tapi ada juga di dalam penjelasan, disampaikan bahwa
presiden terpilih berikutnya mempunyai ruang gerak yang luas untuk
menyempurnakan RKP dan APBN pada tahun pertama pemerintahan melalui mekanisme
perubahan APBN-P,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia mengusulkan untuk mengkaji ulang target
defisit APBN 2025 agar dipertimbangkan menjadi 1,5-1,8 persen. (jawapos)