Dirresnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki (kedua dari kiri) saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (21/5/2024).
SANCAnews.id – Polda Metro Jaya mengungkap kasus
pabrik narkotika skala rumahan yang berlokasi di Desa Legok Rati, Desa Tajur
RT.002/003, Desa Tajur, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dalam penggerebekan tersebut, polisi berhasil menyita barang
bukti berupa tablet PCC (parasetamol, kafein, dan carisoprodol) dan 2,4 juta
tablet hexymer.
"Dari jumlah tersebut, terdapat 1,2 juta tablet PCC, 1,1
juta tablet hexymer, dan 210 ribu tablet yang diduga mengandung carisoprodol,
sehingga totalnya mencapai 2,4 juta tablet," ungkap Direktur Reserse
Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki, dalam konferensi pers di Jakarta
pada hari Selasa.
Hengki menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada Rabu (15/5)
ketika petugas menerima informasi tentang pengiriman obat-obatan yang
mengandung narkotika jenis PCC melalui sebuah mobil di Cakung, Jakarta Timur.
Setelah melakukan penyelidikan, tim berhasil menangkap seorang pria bernama MH
(43) yang membawa mobil tersebut, dan dari situ dilakukan pengembangan hingga
ke lokasi pabrik di Citeureup, Bogor.
"Pada penggerebekan pabrik, kami juga berhasil menemukan
sejumlah bahan baku PCC, mesin pencetak tablet, timbangan, alat cetak, dan
mesin pengaduk," tambahnya.
Hengki juga menyatakan bahwa pabrik tersebut telah beroperasi
selama enam bulan, namun pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan lebih
lanjut untuk memastikan apakah kegiatan ini telah berlangsung lebih lama.
Selain MH, terdapat tersangka lain dengan inisial S (masih
dalam pencarian) yang diduga memerintahkan MH untuk memproduksi obat-obatan
tersebut.
"Dengan pengungkapan kasus ini, diperkirakan 830.000
orang dapat diselamatkan dari dampak negatifnya, dengan asumsi bahwa setiap
orang mengonsumsi tiga tablet," jelas Hengki, dikutip dari ANTARA.
Para tersangka akan dijerat dengan Pasal 114 ayat (2)
subsider Pasal 112 ayat (2) Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, dan Pasal 435 Juncto Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2023 Tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup atau 20
tahun penjara. (fajar)