Mahfud Md/Ist
SANCAnews.id – Mantan calon wakil presiden
(cawapres) Pemilu 2024, Mahfud Md mengatakan, tanda-tanda kecurangan pemilu
belakangan ini kembali bersifat vertikal atau melibatkan pemerintah atau
otoritas.
“Tren kecurangan pemilu belakangan ditengarai sudah bergeser
kembali menjadi vertikal, melalui mobilisasi aparat dan penggunaan fasilitas
negara, namun disamarkan sehingga terjadi secara terstruktur, sistematis, dan
masif,” kata Mahfud saat menjadi pembicara seminar nasional Pelaksanaan Pemitu
2024: Evaluasi dan Gagasan ke Depan di Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Rabu 8
Mei 2024.
Guru Besar Hukum Tata Negara UII Yogyakarta itu menuturkan
tren kecurangan pemilu secara vertikal saat ini bentuknya mirip dengan pemilu
yang belangsung era Orde Baru. Di mana pada masa itu, pemenang pemilu
ditengarai sudah diatur sesuai keinginan penguasa.
“Kalau dulu di zaman Orde Baru (kecurangan) vertikal itu
semuanya sudah diatur, yang menang harus ini, yang kalah ini, suaranya dibuat
segini, lalu itu tren itu berhasil dihapus di masa reformasi,” kata dia.
Namun pada awal Reformasi setidaknya sampai 2014 silam, ujar Mahfud, kecurangan Pemilu mulai bergeser berpola horizontal.
“Kecurangan
horizontal itu hanya melibatkan antar kontestan parpol (partai politik), kader
dengan parpolnya, antar pasangan calon, jadi pemerintah tidak ikut mencurangi,”
kata Mahfud.
“Kita berhasil melakukannya dengan cukup baik (sehingga
kecurangan Pemilu) terus bergeser menjadi horizontal, namun sejak 2019 bergeser
lagi (ke vertikal),” ujar Mahfud melanjutkan. "Mobilisasi aparat dan
fasilitas negara dipakai tapi dipakai alasan-alasan, yang ada aturannya."
Upaya mengungkap dugaan kecurangan melalui lembaga negara
seperti Mahkamah Konstitusi atau MK di pola pergeseran tren kecurangan vertikal
ini, ujar Mahfud, bisa terprediksikan menemui kegagalan.
“Karena hasilnya menurut MK, dugaan dugaan kecurangan
terstruktur sistematis dan masif itu tidak terbukti secara hukum,” ujar dia.
Mahfud pun memberi catatan. Sebagai mantan cawapres peserta
Pemilu Presiden 2024, ia sudah tidak bisa lagi mempersoalkan keputusan MK soal
hasil Pilpres 2024 yang sudah diputuskan. MK telah menyatakan tak ada bukti
kecurangan Pemilu 2024.
“Saya tak bisa lagi mempersoalkan keputusan MK itu demi
keadaban dalam hukum. meskipun misalnya saya merasa tidak puas atau kecewa atas
putusan itu, saya harus menerima,” kata dia. “Sebab vonis MK itu sebagai produk
pengadilan yang final dan mengikat.”
Sebagai warga negara, Mahfud menyatakan dirinya mengikuti kaidah fiqh, hukmul hakim yarfaul khilaaf, yang artinya keputusan hakim mengakhiri perselisihan.
“Jadi bagi saya yang penting negara ini harus terus
berjalan, tidak boleh mandeg apalagi menjadi kacau hanya karena pertengkaran
yang tak kunjung selesai," ucapnya.
Perjalanan menjaga negara dan keharusan munculnya
pemerintahan sesuai dengan konstitusi harus dinomersatukan,” Mahfud.
“Tidak ada lagi upaya hukum konstitusi yang bisa dilakukan
untuk melawan vonis MK tersebut.” (tempo)