Tulisan aksara jawi dan bahasa melayu dalam naskah Tuanku Imam Bonjol yang dipamerkan di GOR M Yamin Kota Payakumbuh pada 12/17 Oktober 2023.
SANCAnews.id – Naskah Tuanku Imam Bonjol
ditetapkan UNESCO sebagai Memory Of The World Committee South Asia Pacific pada
Rabu, 8 Mei 2024 di Ulan Bator, Mongolia. Naskah yang ditulis oleh Tuanku Imam
Bonjol ini diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Keberadaan naskah Tuanku Imam Bonjol pertama kali dilaporkan
oleh Ph. S. van Ronkel dalam artikelnya
“Inlandsche getuigenissen aangaande de Padri-oorlog”
(Kesaksian Pribumi mengenai Perang Paderi) dalam jurnal De Indische Gids 37
(II) (1915): 1099-1119, 1243-59. Van Ronkel menyebutkan bahwa ia telah menyalin
satu naskah yang berjudul "Tambo Anak Tuanku Imam" yang tebalnya 318
halaman.
Dosen Filologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Pramono mengatakan, naskah ini awalnya dibawa oleh Naali Sutan Caniago dari pengasingannya di Manado dan disimpan oleh ahli waris Tuanku Imam Bonjol di Kampung Caniago, Kabupaten Pasaman. Pada 27 April 1983, naskah tersebut diserahkan oleh ahli waris kepada pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Naskah Tuanku Imam Bonjol pernah tidak diketahui
keberadaannya selama 23 tahun pasca-dipamerkan pada Festival Istiqlal di
Jakarta pada 1991. Selama masa hilang, tidak ada yang tahu tentang posisi
manuskrip Tuanku Imam Bonjol tersebut.
Ada beberapa upaya untuk menemukan manuskrip itu untuk tujuan
penelitian ilmiah. Akan tetapi, orang terakhir yang bertanggung jawab atas
manuskrip tersebut tidak menginformasikan tempat manuskrip tersebut. Naskah
tersebut akhirnya ditemukan di Kantor Gubernur Sumatra Barat pada September
2014.
“Naskah tersebut hilang dan ditemukan kembali saat proses
renovasi Kantor Gubernur Sumatra Barat pada 2014. Kami diperlihatkan sebuah
naskah dan ternyata adalah naskah Tuanku Imam Bonjol,” kata Pramono.
Pramono juga menerangkan, saat pertama kali ditemukan naskah
dalam kondisi rusak, beberapa lembar lepas dari jilid dan beberapa halaman
naskah berlubang karena terbakar oleh tinta. Pramono bersama Dinas Kearsipan
dan Perpustakaan Sumatra Barat mencoba
melakukan proses restorasi dengan cara urawuchi. Akhirnya naskah tersebut
berhasil diselamatkan.
Naskah tersebut sebelumnya pernah ditransliterasikan oleh
Safnir Abu Naim pada 1984, kemudian diterbitkan oleh PPIM pada 2004. Naskah
tersebut juga menjadi sumber literatur tentang Imam Bonjol, salah satunya penetapan
Imam Bonjol sebagai pahlawan nasional.
“Keberadaan manuskrip asli ini harus mendapatkan perhatian
khusus beberapa ilmuwan. Alasan di balik kekhawatiran ini adalah bagaimana para
ilmuwan bisa mendasarkan literatur tentang Imam Bonjol tanpa sumber terpercaya
dari manuskrip aslinya,” katanya.
Pramono juga menjelaskan, naskah sendiri telah dipindahkan
dari satu tangan ke tangan yang lain. Hal tersebut terbukti dari banyaknya
marginalia dalam teks. Tanggapan aktif dari pembaca ini menunjukkan bahwa
manuskrip itu digunakan oleh beberapa orang untuk kepentingan ilmiah, dan
menjadikan manuskrip tersebut sebagai sumber penting.
“Bagi masyarakat Sumatera Barat atau Minangkabau, Imam Bonjol
diklaim sebagai pemimpin gerakan reformis dan juga pemimpin masyarakat dalam
mempertahankan tanah dari penjajah.
Perannya di Sumatra Barat diajarkan di sekolah sehingga setiap warga di daerah
dan juga di Indonesia mengenalnya sebagai pahlawan,” katanya.
Pengajuan Memory Of The
World South Asia
Pramono mengatakan, pengajuan naskah Imam Bonjol ini dimulai
sejak ditemukan kembali pada 2014. Gubernur Sumatra Barat membentuk tim untuk
proses pengajuan menjadi ingatan kolektif dan nasional. Namun, sempat terhenti
karena pendanaan dan hal lainnya.
"Sudah lama, saya pernah dipanggil oleh Gubernur Sumatra
Barat untuk mempresentasikan tentang isi dari naskah tersebut. Setelah itu
barulah dibentuk tim," katanya.
Dirinya bersyukur atas keluarnya keputusan UNESCO dengan
menetapkan Naskah Tuanku Imam Bonjol sebagai ingatan kolektif dunia. Sebab ini
akan menjadi langkah untuk melestarikan naskah tersebut.
Selain itu, Pramono juga menyampaikan bahwa banyak tugas dan
tanggung jawab dari Pemerintah Sumatra Barat. Tentu, naskah yang sudah
ditetapkan harus dikembangkan pelestariannya. "Saya ingin lebih
digencarkan lagi pelajaran tentang naskah tersebut. Baik berupa buku, visual
ataupun naskah seni," ucapnya. (tempo)