Ketua Deputi Bidang Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis saat menyerahkan kesimpulan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa hasil Pilpres 2024 

 

SANCAnews.id – Ketua Deputi Bidang Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menyerahkan kesimpulan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa hasil Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Kesimpulan tersebut telah disampaikan untuk dipertimbangkan oleh hakim dan akan diputuskan pada Senin, 2 April 2024.

 

"Kalau kita bicara kesimpulan ini, memang tidak dibacakan tapi majelis hakim akan menggunakan kesimpulan ini sebagai bahan untuk membuat putusan yang akan dibacakan pada tanggal 22," kata Todung di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/4).

 

Todung menyebut, terdapat lima kategori pelanggaran prinsipal yang dinilai sangat mencolok. Pertama, pelanggaran etika.

 

"Pelanggaran etika ya, yang terjadi dengan kasat mata, dimulai dengan putusan MK nomor 90, dan ini kalau kalian membaca keterangan Romo Magnis Suseno itu sangat jelas dikatakan oleh Romo Magnis bahwa proses pencalonan yang melanggar etika berat," ucap Todung.

 

Pelanggaran kedua, kata Todung, yakni nepotisme. Ia mengutarakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai menggunakan kekuasaan untuk mendorong anaknya, yakni Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam Pilpres 2024.

 

"Nepotisme ini dilarang dalam hukum positif kita, ada TAP MPR yang melarang nepotisme, ada banyak undang-undang yang melarang nepotisme dan kalau kita melihat apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, mendorong anak dan menantunya itu adalah bagian dari nepotisme, membangun satu dinasti," ungkap Todung.

 

Pelanggaran ketiga, yakni abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan. Ia menyebut, penyalahgunaan kekuasaan terjadi secara masif pada proses Pemilu 2024.

 

"Abuse of power yang sangat terkoordinir, sangat masif dan ini terjadi di mana-mana, nah ini juga bisa menambahkan, banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang masif sebagai akibat dari abuse of power yang terkoordinir," ujar Todung.

 

Pelanggaran keempat, yakni prosedural Pemilu. Menurutnya, KPU, Bawaslu dan pasangan calon nomor 02 Prabowo-Gibran melakukan pelanggaran serius.

 

"Ini anda bisa lihat apa yang dilakukan oleh KPU, apa yang dilakukan oleh Bawaslu, apa yang dilakukan oleh Paslon 02 yang menurut kami semua adalah pelanggaran-pelanggaran yang seharusnya bisa dijadikan alasan untuk melakukan pemungutan suara ulang," tegas Todung.

 

Terakhir, penyalahgunaan aplikasi IT di KPU yakni sistem informasi rekapitulasi (Sirekap). Ia menilai, penggunaan Sirekap telah menimbulkan kekacauan yang mengakibatkan penggelembungan suara.

 

"Jadi saudara-saudara, ada banyak sekali pelanggaran yang kita bisa sebutkan spesifik lagi, saya bisa sebut dan ini kita semua sudah ulang berkali-kali, politisasi bansos, yang dilakukan terutama dalam tiga bulan terakhir menjelang pencoblosan," pungkasnya. (jawapos)


Label:

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.